Hemat Listrik untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Oleh: Novita28

Hemat energi, merupakan kata-kata yang tak asing lagi di telinga kita akhir-akhir ini. Slogan tersebut seakan menjadi sarapan sehari-hari ketika membaca media cetak, mendengarkan siaran radio, menonton televisi, bahkan di semua jenis media massa dan media sosial. Berbagai contoh tindakan nyata hemat energi telah dipertontonkan setiap hari di media elektronik, mulai dari tindakan lokal sampai dengan kebijakan pemerintah level tinggi. Namun hal tersebut rasanya kurang memberi gebrakan yang berarti bagi masyarakat, khususnya masyarakat awam. Beberapa praktisi di bidang energi, khususnya di Indonesia telah membuat berbagai macam cara untuk mensosialisasikan hemat energi.  Mulai dari sosialisasi oleh aktivis yang berhubungan dengan gerakan penghematan energi, misalnya pecinta alam yang mempunyai forum kecil bernama “Earth Hour” dimana forum ini selalu menjunjung tinggi slogan hemat energi. Forum ini kerap mengadakan kegiatan setiap tanggal peringatan hari besar yang berkaitan dengan hemat energi. Mereka mengadakan kegiatan-kegiatan yang secara langsung turun ke jalan untuk menggugah hati para masyarakat untuk mengajak berjalan beriringan dalam menghemat energi. Sampai pada pemerintah level atas yang membuat berbagai macam regulasi sebagai bingkai hukum pemanfaatan energi, namun belum maksimal usahanya dan belum optimal hasilnya.
Sebagai awam, saat ini saya tidak pernah terpikir untuk dapat mengikuti contoh tindakan penghematan energi sebagaimana yang ditayangkan di banyak media elektronik. Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk mengurangi pemakaian listrik pada saat sekarang ini, karena hampir semua produk perlengkapan alat-alat rumah tangga dioperasikan menggunakan tenaga listrik. Realitanya, tindakan menghemat energi dengan cara mengurangi pemakaian daya listrik tidaklah semudah dengan menjalaninya. Mengurangi ketergantungan akan listrik untuk hidup saat ini yang 90% didukung oleh keberadaan perangkat elektronik, tidaklah membuat manusia menjadi lebih pintar dalam mengatur konsumsi energi. Mengurangi frekuensi satu kebiasaan akan menambah frekuensi pada kebiasaan yang lain. Menghilangkan satu kebiasaan akan menciptakan kebiasaan baru. Saat ini, hampir tidak ada satu kebiasaan yang sama sekali tidak melibatkan energi listrik.
Pemikiran tersebutlah yang membelenggu pola berpikir manusia saat ini. Sadar akan akibat buruknya, tahu cara menanggulanginya, namun sifat acuh dan masa bodoh yang membatasi pikiran kita untuk berimajinasi. Berimajinasi disini maksudnya adalah membayangkan kondisi ketersediaan energi di bumi untuk 50 tahun atau bahkan tidak sampai pada 50 tahun yang akan datang. Pernahkan terbayangkan di benak kita negara Indonesia yang konon katanya negri yang melimpah akan sumber daya alam? 50 tahun ke depan kehabisan bahan bakar dan pada akhirnya kembali ke jaman primitif. Secanggih apapun alat-alat elektronik pemuas kebutuhan dan keinginan manusia apabila tidak ada energi listrik, maka akan menjadi sampah yang tidak mempunyai kegunaan apa-apa.
 Terlebih lagi sifat mayoritas masyarakat Indonesia yang latah, memaksakan diri untuk mengikuti trend gaya hidup masa kini. Ironisnya, masyarakat kurang mempunyai tameng berupa pengetahuan jangka panjang akibat dari penggunaan energi secara berlebihan. Sejatinya masyarakat Indonesia tidak miskin media untuk menerima asupan pengetahuan-pengetahuan tentang manajemen energi sehari-hari. Berbagai jenis media elektronik dan media sosial yang dapat di akses setiap saat dan dimanapun berada. Saya ambil contoh diri saya sendiri, terkadang berpikir bahwa meskipun saya sudah menghemat energi sebisa mungkin, apa iya orang lain yang konsumsi energinya lebih besar mau dan mampu menghemat energi. Nah, ternyata dari pemikiran tersebut membuat saya juga acuh untuk menghemat energi, toh orang lain juga bisa menggunakan energi dengan seenaknya. Sementara di kehidupan di masa yang akan datang, bagaimana dengan kehidupan anak cucu kita. Lebih baikkah? Atau bahkan lebih burukkah dari sekarang? Pertanyaan itulah seharusnya yang menjadi PR kita bersama.
Kehidupan modern pada abad ke-21 ini menuntut manusia agar tidak terlepas dari penggunaan berbagai macam bentuk energi. Tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh kegiatan kita menggunakan energi, terlebih energi listrik. Dimulai dari pagi hari, sebelum memulai aktivitas rutin biasanya kita mandi terlebih dahulu dan pastinya menggunakan air yang berasal dari pompa dengan tenaga pembangkit listrik. Dari aktivitas mandi, kita dapat menghemat energi listrik yakni dengan cara mematikan kran air apabila sudah penuh atau sudah tidak digunakan lagi. Alternatif lain untuk menghemat konsumsi penggunaan air adalah mandi dengan menggunakan shower. Aktivitas rutin lainnya adalah menghidupkan alat-alat yang menggunakan energi listrik, misalnya menghidupkan lampu, dispenser, kipas angin dan alat lain yang menggunakan tenaga listrik. Untuk mensiasati penghematan daya listrik yang digunakan dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat-alat tersebut ketika sangat perlu digunakan. Selain itu dengan mematikan alat-alat tersebut apabila sudah tidak digunakan lagi. Daya listrik besar pada alat kebutuhan sehari-hari adalah penggunaak mesin pencuci dan kulkas/lemari es. Untuk menghemat daya listrik mesin cuci adalah dengan menjemur pakaian di bawah sinar matahari setelah di cuci di mesin cuci, karena daya besar disebabkan dari mesin pengering di mesin cuci. Kemudian untuk menghemat konsumsi listrik kulkas/lemari es adalah dengan memasang stabilizer. Contoh mudah lain adalah dengan tidak menggunakan lemari es/kulkas di rumah. Maka kita akan mengurangi 1/4 hingga 1/3 pemakaian energi listrik di rumah dalam sehari tanpa keberadaan kulkas.
Pada dasarnya mayoritas masyarakat Indonesia mengetahui cara untuk menghemat konsumsi penggunaan energi. Hanya saja masih rendahnya tingkat kesadaran untuk melakukan budaya hemat energi. Saya ambil contoh diri saya sendiri, seorang mahasiswi sekaligus konsumen setia energi-energi yang ada di bumi ini. Setiap hari membutuhkan energi listrik untuk charging handphone, laptop, dispenser, setrika, air dan lain sebagainya. Terkadang masih enggan untuk menanamkan budaya hemat energi kepada diri sendiri, misalnya masih menancapkan charger handphone atau laptop yang sudah tidak digunakan, terkadang lupa mematikan lampu kamar apabila tidak ditempati atau lupa mematikan dispenser apabila sudah tidak digunakan.
Dasar pengertian menghemat energi adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian energi setinggi mungkin. Bukan mengurangi kebutuhan akan pemakaian energi. Jadi, berapapun besar dan lama tindakan pemakaian energi adalah sah-sah saja selama dilakukan dengan cara yang benar dan efektif. Misalnya, menyalakan lampu penerangan di luar rumah saat menjelang malam dan (pasti) dimatikan saat fajar. Bukan dengan cara tidak menyalakannya sepanjang malam atau tetap membiarkannya menyala sepanjang siang. Jadi pada intinya, batas penerapan dari tindakan menghemat energi adalah meminimalisir jumlah pemakaian energi yang terpakai secara sia-sia. Bukan mengurangi pemakaian energi yang dibutuhkan (memang seharusnya dipakai).
“ENERGI tidak dapat diciptakan ataupun dimusnakan”. Rumus tersebut telah kita pelajari semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar. Selain faktor utama di atas, yakni rendahnya tingkat kesadaran masyarakat juga ada faktor lain, yakni peran pemerintah selaku stake holder. Pasalnya pemerintah telah mencanangkan Program HEMAT ENERGI, yang menjadi prioritas di abad ke-21 ini. Karena adanya keterkaitan dan ketergantungan antara pemerintah dan rakyatnya, tanpa adanya kerja sama antara dua komponen tersebut sangan mustahil apabila program “HEMAT ENERGI ” dapat dilaksanakan sesuai sengan apa yang diharapkan.
Pentingnya kesadaran dan pemahaman arti menghemat energi itulah yang menjadi tolok ukur kita untuk menentukan tindakan selanjutnya yang hendak kita lakukan dalam rangka menciptakan kondisi hemat energi dimanapun dan kapanpun kita berada. Memang benar, kita tidak dapat terhindar dari ketergantungan ketersediaan pasokan energi listrik yang disediakan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah PLN. Walau pun realitanya sebagian besar pemenuhan kebutuhan hidup saat ini harus menggunakan energi listrik, bukan berarti kita tidak dapat mengurangi besaran jumlah energi yang dibutuhkan.
Ada contoh tindakan kecil hemat energi lainnya adalah dengan menggunakan perangkat home theatre yang sama, mendengarkan musik via headset akan mengkonsumsi daya jauh lebih kecil dari pada via studio speaker. Namun, efektif-tidaknya cara yang dipilih untuk melakukan tindakan itu, sepenuhnya tergantung dari kenyamanan pelakunya. Bukan berdasarkan perbandingan efisiensi pemakaian daya dari kedua cara tersebut.
Penghematan energi dapat dimulai dari hal yang paling sederhana. Dimulai dari diri kita masing-masing kemudian lingkungan sekitar kita, misalnya mengingatkan anggota keluarga, teman, rekan kerja tentang pentingnya menghemat energi. Maka dengan cara saling mengingatkan inilah yang menjadi penguat dari bawah, dalam hal ini masyarakat. Hal tersebut juga harus diimbangi dengan kekuatan dari atas yakni melalui peraturan hukum apapun levelnya dalam rangka menghemat energi. Apabila antara pemerintah serta rakyat sudah sinkron maka akan memudahkan untuk menentukan langkah secara besar-besaran dalam rangka meminimalisar penggunaan energi untuk kebaikan kehidupan di masa yang akan datang.

Kata-kata terakhir dari penulis, meskipun tulisan saya di atas mondar-mandir. Namun saya mewakili seluruh aktivis pecinta alam yang mencintai alam dengan menggunakan energi secara bijak, mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk tidak menutup telinga dan membuka mata lebar-lebar terhadap isu-isu lingkungan sebagai dampak penggunaan energi yang kurang bijak, untuk kemakmuran serta keberlanjutan negara kita tercinta, Indonesia. Berawal dari tindakan lokal yang harapannya akan berdampak global. Salam lestari!

Komentar