Berdasarkan beberapa
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan memang masih tidak ditemui
keseragaman mengenai usia dewasa seseorang. Sebagian memberi batasan 21 tahun,
sebagian lagi 18 tahun, bahkan ada yang 17 tahun. Ketidakseragaman batasan usia
dewasa atau batasan usia anak pada berbagai peraturan perundang-undangan memang
kerap menimbulkan pertanyaan mengenai batasan mana yang harus digunakan.
Berikut beberapa
pengaturan batasan usia anak dan dewasa menurut peraturan perundang-undangan
yang ada di Indonesia:
- Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Diatur
dalam Pasal 45 yang berbunyi “Dalam hal
penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu
perbuatan sebelum umur enam belas tahun,
hakim dapat menentukan: ... dstnya.
- Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) / Burgerlijk Wetboek
Pasal
330 berbunyi “Yang belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap
dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.”
- Kompilasi
Hukum Islam (KHI)
Tercantum
dalam Pasal 98 ayat (1) yang berbunyi “batas
usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun
mental atau belum pernah melangsingkan perkawinan.”
- UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
Diatur
dalam Pasal 47 ayat (1) yang berbunyi “Anak
yang belum mencapai umur 18 ( delapan
belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah
kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.”
- SK Mendagri
No.Dpt.7/539/7-77 tanggal 13-7-1977
Dijelaskan
bahwa mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
a.
dewasa
politik, misalnya adalah batas umur 17
tahun untuk dapat ikut Pemilu;
b.
dewasa
seksuil, misalnya adalah batas umur 18
tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan
yang baru;
c.
dewasa
hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak
dalam hukum.
- UU No.12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 8 yang berbunyi “Anak
Didik Pemasyarakatan adalah:
a.
Anak
Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS
Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun;
b.
Anak
Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara
untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c.
Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan
orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS
Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun.”
- UU No.39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi “Anak
adalah setiap manusia yang berusia di
bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya.”
- UU No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU No.35
Tahun 2014
Dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
- UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Tercantum
dalam Pasal 1 angka 26 yang berbunyi “Anak
adalah setiap orang yang berumur di bawah
18 (delapan belas) tahun.”
- UU No.12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Diatur
dalam Pasal 4 huruf h yang berbunyi “Anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.”
- UU No.21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Diatur
dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
- UU No.44
Tahun 2008 tentang Pornografi
Tercantum
dalam Pasal 1 angka 4 yang berbunyi “Anak
adalah seseorang yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun.
- UU No.11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
Dijelaskan
pada Pasal 1 angka 3, 4, dan 5 yaitu:
Angka 3: “Anak
yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
Angka 4: “Anak
yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah
anak yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.”
Angka 5: “Anak
yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah
anak yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana
yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.”
Sumber:
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) / Burgerlijk Wetboek
3. Kompilasi
Hukum Islam (KHI)
4. UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
5. SK
Mendagri No.Dpt.7/539/7-77 tanggal 13-7-1977
6. UU No.12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
7. UU No.39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
8. UU No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU No.35 Tahun
2014
9. UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
10. UU No.12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
11. UU No.21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
12. UU No.44
Tahun 2008 tentang Pornografi
13. UU No.11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
Komentar
Posting Komentar