posted by Vita fhuns
PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Semua orang yang menikah biasanya diawali dengan angan-angan, cita-cita yang luhur, punya keturunan yang baik, materi yang cukup, serta masa depan yang bahagia. Idealisasi ini runtuh setelah mengalami tahap kemandegan spiritualitas memerankan rumah tangga. Orang menjadi tidak peduli, karena idealismenya tidak akan pernah tercapai. Orang semacam ini tidak lagi memiliki gambaran ideal lagi tentang rumah tangga.[1] Seperti kasus guru SD di Probolinggo yang tega berbuat selingkuh, dan ironisnya dia selingkuh dengan siswi SMP. Istrinya sangat shock melihat tingkah laku bejat suaminya, dan ia langsung melaporkan suaminya ke kantor polisi.[2] Dari kasus ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa guru SD tersebut tidak mencapai idealismenya sebagai seorang suami di dalam keluarga juga sebagai seorang tenaga pendidik di lingkungan sosialnya.
Rumah tangga adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat. Di rumah tanggalah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar. Suami/istri memerankan tugas mulianya secara moral hampir 50% berada di rumah tangga. Dari cara mendidik anak-anaknya, komunikasi, tata krama, life survive semuanya digambarkan begitu gamblang di rumah tangga. Ketika seseorang tidak lagi menyadari fungsi rumah tangga sebagai lembaga moral terbesar, maka ia benar-benar jatuh 50% dari hakekat moralnya. Wajar kalau semua agama menghukum berat pelaku selingkuh, sebab kalau dibiarkan sama dengan 50% keruntuhan moral masyarakat. Seperti kita mengenal dalam ajaran Islam, selingkuh berarti mati, dan sekaligus cerai. Demikian pula dalam Kristiani, perceraian menjadi mungkin karena salah satu pihak telah berzina. Dalam Hindu pun selingkuh memperoleh hukuman yang berat. Bahkan, semua budaya primitif sekalipun menganggap selingkuh sebagai sebuah aib dari 10 aib terbesar.[3]
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian selingkuh (perzinaan) di dalam KUHP?
b. Apa faktor-faktor penyebab selingkuh (perselingkuhan)?
c. Bagaimana akibat perzinaan dalam KUHP?
d. Bagaimana ketentuan perzinaan dalam KUHP?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini pada garis besarnya terbagi dalam dua tujuan, yaitu :
Tujuan objektif:
a. Untuk mengetahui pengertian selingkuh (perselingkuhan)
b. Untuk mengetahui hubungan perselingkuhan dengan aturan hukum di Indonesia
Tujuan subjektif:
a. Mengembangkan daya penalaran penulis dan pembaca untuk lebih memahami hukum Islam dalam hal perselingkuhan sebagai salah satu tindak perzinaan.
b. Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman penulis di bidang hukum, khususnya hukum pidana dan hukum Islam.
D. Analisis Pendekatan Hukum Dilihat dari Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah salah satu ilmu bantu untuk mempelajari hukum dalam kenyataan-kenyataan di dalam masyarakat. Hukum merupakan bagian dari gejala sosial karena hukum ada di dalam suatu masyarakat, yang di dalam masyarakat itu secara ilmu ada yang disebut sistem sosial. Sistem sosial itulah yang menempatkan hukum sebagai norma yang digunakan untuk memulihkan kehidupan masyarakat yang tidak mengalami keseimbangan. Jika suatu masyarakat tidak mengalami keseimbangan, masyarakat dapat secara otomatis memulihkan kembali ke dalam keadaan seimbang.[4]
Keluarga adalah satu-satunya kelompok berdasarkan hubungan darah atau hubungan perkawinan yang dilakukan oleh Islam.[5] Namun kelompok tersebut akan retak apabila salah satu anggotanya tidak mencapai idealisasi dalam melaksanakan perannya. Salah satu penyebabnya ialah dengan hadirnya orang ketiga (selingkuhan) sebagai akibat dari retaknya keluarga tersebut.
Suatu tindak perselingkuhan merupakan salah satu tindak pidana yang mengancam kehidupan moral bangsa. Meskipun awalnya hanya dari kelompok kecil saja, yakni keluarga. Keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil, namun pengaruhnya sangat besar terhadap dinamika kehidupan suatu bangsa. Karena apabila keluarga mengalami kehancuran maka akan berdampak pula terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Salah satu dampaknya adalah pencemaran nama baik lingkungan yang bersangkutan.
Apabila kehidupan dalam rumah tangga bahagia maka kemungkinan besar kebahagiaan tersebut dapat menyebar ke kehidupan sosial yang lebih luas dan kelapisan kelompok sosial yang lebih tinggi. Apabila setiap individu mempunyai rasa saling menghargai dan dapat menempatkan dirinya sesuai dengan status yang di sandangnya. Dimulai dari kebahagiaan setiap individu di dalam keluarga, maka akan berpengaruh ke kehidupan yang lebih luas lagi, misalnya saja terjalinnya hubungan yang rukun dengan tetangga, kemudian berkembang ke antar dusun, antar desa, antar kecamatan, dan perkembangan tersebut terus berlangsung samapi ke hidupan bernegara.
Pada intinya keluarga mencerminkan nilai-nilai kehidupan moral suatu bangsa. Apabila setiap individu mampu menempatkan diri sesuai statusnya dan mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, maka individu tersebut telah mentaati peraturan hukum di Indonesia. Dan sebaliknya apabila dalam suatu keluarga terjadi keretakan yang disebabkan karena salah satu anggota keluarga terutama suami/istri tidak bisa menjalankan semua kewajibannya maka seseorang tersebut tidak menegakkan hukum di Indonesia. Disinilah suatu hukum dapat diketahui intensitas pengaruhnya dalam mengatur masyarakat.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Selingkuh (Perzinaan) di dalam KUHP
Menurut pasal 284 KUHP perbuatan zina adalah hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan orang lain.[6]
B. Faktor-faktor Penyebab Selingkuh (Perselingkuhan)
· Terjadinya dekadensi moral. Rumah tangga adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat. Di rumah tangga lah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar.
· Faktor fasilitasi sosial. Lemahnya institusi masyarakat dalam masalah moral sosial dan hukum menjadi lahan subur selingkuh.
· Lemahnya sanksi sosial dan hukum. Secara umum masyarakat kita sangat mudah memaafkan kesalahan. Walaupun kesalahan itu sangat fatal menurut kacamata agama. Sedikit sekali kasus selingkuh diproses menjadi kasus hukum.[7]
C. Akibat Perzinaan dalam KUHP
· Perbuatan zina itu mencampur adukkan keturunan, yang mengakibatkan seseorang menjadi ragu-ragu terhadap anaknya, apakah anak tersebut lahir itu sebagai keturunannya yang sah atau anak hasil perzinaan. Dugaan suami terhadap istri melakukan zina dengan laki-laki lain, dapat menimbulkan kesulitan kesulitan dalam hal kedudukan anak bersangkutan. Hal ini dapat terhambatnya kelangsungan keturunan dan menghancurkan tata kemasyrakatan.
· Perbuatan zina menimbulkan ketidakstabilan kegelisahan di antara sesama anggota masyarakat, disebabkan tidak terpeliharanya kehormatan. Akibat terjadinya perbuatan zina banyak menimbulkan terjadinya tindak pidana terhadap nyawa atau pembunuhan dalam masyarakat.
· Perbuatan zina dapat merusak ketenangan hidup berumah tangga. Seorang wanita atau seorang lelaki yang telah berbuat zina menimbulkan stigma atau noda keluarga dalam masyarakat setempat, sehingga memunculkan ketidakharmonisan dan tidak ada kedamaian serta tidak ada ketenangan dalam hubungan hidup berumah tangga, terlebih lagi jika zina itu dilakukan oleh suami atau istri yang bersangkutan.
· Perbuatan zina dapat menghancurkan kehidupan rumah tangga atau keluarga yang bersangkutan. Hal itu karena, suami atau istri yang melakukan zina berarti ia telah menodai rumah tangga atau keluarganya, sehingga akan sukar untuk dielakkan dari kehancuran rumah tangga. Dan akhirnya terjadi perceraian.[8]
D. Ketentuan perzinaan dalam KUHP Pasal 284 ayat 1:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1) a. Laki-laki yang beristri yang berzina sedang diketahuinya bahwa Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata[9] berlaku baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina;
2) a. Laki-laki yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah itu bersuami;
b. Perempuan yang tiada bersuami yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah itu beristri pada Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku baginya.[10]
Dari uraian ketentuan perzinaan dalam KUHP diatas, akan timbul pertanyaan bagaimana ketentuan perzinaan bagi yang kedua pelaku zina telah mempunyai istri/suami atau keduanya belum menikah. Karena dalam KUHP belum mengatur hal tersebut. Hukum pidana Indonesia berasal dari Belanda yakni WvS atau Wvs Voor Nederlands Indische (hukum pidana Indonesia) merupakan produk hukum pidana dari pemerintah kolonial Belanda yang di susun ketika Belanda pada saat itu sedang dilanda eforia “liberalisme” (kira-kira lebih dari 100 tahun yang lalu) dan orang-orang Belanda di sana banyak yang menuntut pemerintahnya agar menerapkan politik etis/balas budi di tanah jajahan. Falsafah liberal, bebas, namun tidak mengganggu kepentingan publik (secara konkrit bukan hanya moral) itu yang mendasari mengapa perzinahan antara lawan jenis yang belum menikah bukan digolongkan sebagai perbuatan pidana.[11]
[1] Bimo Adi, Kasus Hukum Aktual Perspektif Hukum Moral Dan Agama “ Kisah Perselingkuhan Yang Berahkir Maut ” diakses dari http://www.poskota.co.id/tag/selingkuh pada tanggal 25 Nopember 2011 pukul 22:35
[2] Achtanaputra, “Buka Analisa tapi Fakta” diakses dari http://kabarwarta.com/berita pada tanggal 25 Nopember 2011 pukul 22:32
[3] Bimo Adi, op. cit.
[4] Dikutip dari perkuliahan Bapak Burhanudin Harahap pada tanggal 3 Nopember 2011
[5] Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, Nuansa, Bandung, cetakan 1 Agusutus 2010, halm. 230
[6] Neng Djubaedah, Perzinaan, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 65
[7] Bimo Adi, op. cit
[8] Bimo Adi, op. cit.
[9] Isi Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah “Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja”. (STAATSBLAD Tahun 1847 Nomor 23, yang diumumkan dengan Maklumat Tanggal 30 April 1847).
[10] R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Usaha Nasional: Surabaya, 1981. Halm.299.
[11] Dikutip dari internet dengan alamat website anggara.files.wordpress.com pada tanggal 20 Desember 2011 pukul 22:57
Komentar
Posting Komentar