
Kita menyadari bahwa pengelolaan potensi
sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut juga harus sejalan dengan
upaya perlindungan dan pelestarian. Oleh karena itu, ketersediaan sumberdaya
ikan wajib kita jaga demi kesejahteraan masyarakat saat ini dan di kemudian
hari. mengamanatkan dan mengatur bagaimana semestinya konservasi dijalankan
untuk menjamin ketersediaan sumberdaya ikan, khususnya di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Pengelolaan kawasan konservasi bersifat sentralistik dan
tertutup (larangan) bagi semua pihak dalam konteks pemanfaatannya, harus jujur
diakui telah berdampak kurangnya manfaat sosial ekonomi kawasan konservasi
perairan bagi masyarakat. Pada akhirnya peraturan ini kurang mendapat respon
positif dari masyarakat dikarenakan hal ini mengalami hambatan akibat informasi
yang kurang di tingkat masyarakat.
Kawasan popular lainnya adalah hutan
mangrove, pada ekosistem pesisir merupakan zona peralihan antara ekosistem
darat dan laut, sehingga kewenangan pengelolaan mengharuskan keterlibatan multi
sektoral/instansi. Hal tersebut tergambar dari banyaknya pihak yang berkepentingan
dengan wilayah pesisir terutama dalam hal pemanfaatan hutan mangrove sehingga
memicu munculnya konflik yang tidak kunjung selesai. Sektor-sektor tersebut antara
lain, yaitu sektor perikanan, perhubungan, industri dan perdagangan, pertambangan,
kehutanan, permukiman dan pariwisata yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Kecenderungan banyaknya instansi yang berwenang dalam mengelola
hutan mangrove menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya ”tumpangtindihnya
kebijakan”, mempertajam konflik sektoral dan saling lempar tanggung jawab. Kondisi
demikian telah tergambar dari semakin rusaknya hutan mangrove hamper di seluruh
pesisir Indonesia. Sebagai contoh dalam kasus penanganan hutan mangrove di Delta
Mahakam telah terjadi konversi hutan mangrove dari 0% menjadi 80% dari total
luas hutan mangrove yang ada, menjadi kawasan pertambakan (budidaya udang)
hanya dalam kurun waktu 15 tahun (1986 – 2001) bahkan ada kecenderungan pelaksanaan
aturan untuk green belt tidak diindahkan.

Kawasan perlindungan setempat merupakan
upaya dalam melindungi dan melestarikan ruang terbuka hijau di sepanjang atau sekitar
kawasan sumber daya air yang dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.
Kawasan ini terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual dan
kearifan lokal. Menurut PP No. 26 Tahun 2008 terdapat zonasi pembagian kawasan
sumber daya air, yang mana dengan adanya zonasi ini ini diharapkan pemanfaatan
kawasan akan berjalan maksimal karena telah ada aturan baku yang telah mengatur
sebagai dasar dan acuan pihak pemilik hak untuk mengurus guna maksimalisasi
manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Peraturan ini juga
mengatur tentang arahan
pengelolaan kawasan sempadan pantai. Namun alangkah baiknya, telah ada
peraturan maka dari pihak pemerintah
gencar mensosialisasikan peraturan ini, karena pada hakekatnya semakin
masyarakat yang banyak mengetahui aturan maka tujuan adanya peraturan ini
diharapkan dapat tercapai serta dapat memberi aspek kemanfaatan bagi masyarakat
di segala lapisan masyarakat.
Kemudian
analisis terhadap empirisnya kaitannya pemanfaatan dengan kebersihan
lingkungan, kita ambil contoh sempadan pantai biasanya terdapat dermaga untuk
berlabuh perahu perahu nelayan, baik nelayan lokal maupun luar, dan yang
biasanya sering terjadi adalah pencemaran lingkungan sekitar, baik di air
maupun di darat. Maka yang harus diperhatikan disini adalah peraturan tentang
aturan perlindungan pencemaran lingkungan, karena sangat berpengaruh terhadap
kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada. Selain itu tempat seperti itu
bisa dijadikan sebagai kawasan wisata yang nantinya akan memberikan kontribusi
yang lebih untuk pemasukan daerah tersebut, tetapi harus dengan pengengelolaan
yang benar dan dapat menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Oleh karena itu,
peraturan tersebut akan lebih lengkap apabila mengatur pula tentang kebersihan
kawasan yang bersangkutan serta akibat hukumnya ketika terjadi pelanggaran
terhadap aturan tersebut.
Aturan
selanjutnya mengenai kawasan sempadan sungai. Di dalam peraturan ini perlu
dipertegas khususnya pada masyarakat yang bermukim di sekitar sempadan sungai,
baik masyarakat yang di kota maupun desa. Biasanya karena kurangnya kesadaran
masyarakat tentang hal tersebut sering sekali menyebabkan terjadinya pencemaran
di sempadan sungai. Khususnya tentang pembuangan sampah yang sampai saat ini menjadi
masalah besar di Indonesia. Maka aturan tentang itu bisa diperjelas dan
dipertegas.
Untuk kawasan lindung sekitar mata air
bisa juga dikembangkan untuk kawasan wisata alam. Mungkin di PP No 26 Tahun
2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional bisa ditambahkan ke arahan
pengelolaan kawasan sekitar mata air, dengan menginovasikan hal seperti ini
mungkin masyarakat bisa lebih kreatif dan semakin peduli dengan liungkungan
sekitarmnya untuk dikembangkan lagi tanpa merusak dan ,mengalihfungsikan kawasan
tersebut.

Peraturan ini menetapkan Kawasan
Strategis Nasional (KSN) sebagai wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia.

Perkembangan dan pengelolaan kawasan
konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menuturkan paradigma baru
konservasi dari aspek desentralisasi kebijakan dan sistem zonasi dalam
pengelolaannya, perkembangan capaian dan upaya-upaya pengelolaan efektif
kawasan konservasi, dilengkapi dengan profil dan data informasi kawasan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan, maka dilakukan rehabilitasi dan peningkatan
sumber daya ikan serta lingkungannya, suaka perikanan dan jenis ikan yang
dilindungi. Terdapat jenis dan kawasan perairan yang masing-masing dilindungi,
termasuk taman nasional laut, untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
pariwisata, dan/atau kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

Indonesia adalah Negara tropis yang
mempunyai sekitar banyak wilayah kehutanan hamper di setiap pulau baik pulau
kecil maupun pulau besar. Maka dari itu peraturan tentang kehutanan sangatlah
penting mengingat dewasa ini manusia cenderung menyalahgunakan fungsi hutan
untuk mengejar kepentingan ekonomi semata tanpa memikirkan akibat jangka
panjang yang akan datang. Dengan adanya peraturan ini diharapkan hutan di
Indonesia difungsikan sebagaimana mestinya, sehingga akan mengurangi benturan
kepentingan antarmasyarakat. Pastinya setiap orang mempunyai kepentingan dan
kebutuhan yang berbeda, namun ketika telah ada aturan baku yang menjadi dasar keberlangsungan
semua makhluk hidup dan ekosistem yang ada, maka diharapkan setiap orang
mempunyai kesadaran sehingga dapat lebih bijak dalam memanfaatkan sumber daya
alam yang ada, termasuk wilayah perhutanan.
Dalam UU No. 41 Tahun 1999 mengatur pula
tentang konservasi alam di kawasan hutan Negara, yang mencakup konservasi
keanekaragaman hayati dan perlindungan fungsi-fungsi penunjang kehidupan yang
disediakan kawasan hutan. Karena sekarang ini terdapat banyak kerusakan hutan
karena digunakan untuk pertanian maupun bisnis lainnya, sehingga bisa terjadi
kerusakan hutan. Misalkan kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan saat ini.
Kebarakan terjadi karena adanya bisnis kelapa sawit yang menggunakan hutan
lindung di Kalimantan. Dampak dari kebakaran tersebut tidak hanya menimpa rakyat
Indonesia saja, tetapi sampai ke wilayah Negara tetangga. Tentu saja dengan
adanya perusakan hutan seperti ini akan merubah fungsi hutan itu sendiri dan
makhluk hidup yang ada di dalamnya akan merasakan dampak yang membahayakan
hidup mereka.
Kawasan hutan dibagi menjadi 3 kawasan,
yang masing-masing mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda. Salah satunya
adalah hutan wisata, dimana tujuannya adalah sebagai kawasan wisata alam yang
dapat dijadikan sebagai lapangan pekerjaan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat sekitar kawasan serta orang-orang yang bekerja dan mengabdi di
kawasan tersebut. Dengan adanya inovasi-inovasi tanpa mengesampingkan aspek
lingkungan, maka kawasan hutan wisata akan menghasilkan pundi-pundi ekonomis
yang harapannya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat terkait.

Pengelolaan
Karst Kawasan Pegunungan Sangkulirang-Tanjung Mangkaliat (Kalimantan Timur) :
a. Secara
eksplisit belum terdelineasi dalam RTRWN, namun memiliki nilai strategis
apabila ditetapkan sebagai Warisan Dunia.
b. Dengan
penetapan kawasan ini sebagai Warisan Dunia dan Kawasan Strategis Nasional
berimplikasi pada perlunya penyiapan landasan hukum dan Rencana Tata Ruang
Kawasan.
c. Sosialisasi
dan dukungan dari semua pihak perlu terus dilakukan dalam rangka melestarikan
ini.
Analisis
aturan tersebut adalah secara langsung Negara Indonesia ini sangat beruntung
karena kekayaan alam yang luar biasa, untk peraturan pengelolaan kars di
Indonesia masih banya yang belum terlontrol dan illegal, apabila tidak di
kendalikan maka akan merusak dan mematikan peran kawasan yang sangan
berpengaruh terhadap lingukngan sekitar.

UU No. 5 Tahun 1990 menyentak perhatian
kita terhadap sikap dari aparatur negara yang hendak mengeluarkan masyarakat
adat Orang Rimba dari kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dalam program Rencana
Perluasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (RPTNBD). Program perluasan taman
nasional memantik perdebatan panjang dalam diskursus ekofasis dengan
ekopopulis. Pertanyaan selanjutnya, apakah orang Rimba yang telah menghuni dan
bagian yang tidak terpisahkan antara kehidupan orang rimba dengan Taman
nasional harus dikeluarkan dari kawasan Taman Nasional dengan alasan
konservasi? Maka disinilah terjadi konflik akibat adanya peraturan yang
implemetasinya sedikit membelok dari yang seharusnya.
Fenomena inilah yang rawan terjadi dalam
implementasi peraturan, adanya benturan kepentingan nasional dengan kepentingan
adat. Berangkat dari konsepsi dan definisi Taman Nasional di atas sebagaimana
diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1990 merupakan salah satu faktor yang membentuk
paradigma negara dengan masyarakat yang terdapat di dalam kawasan Taman
Nasional dan desa-desa sekitar hutan. Masyarakat yang selama ini berada dalam
kawasan dan desa-desa sekitar hutan menganggap bahwa pengelolaan sumber daya
alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Masyarakat
mempunyai pola dan tata cara untuk mengatur, melindungi dan mempertahankan
sumber daya alam tersebut. Masyarakat yang berada di dalam kawasan Taman
nasional maupun di sekitar Taman Nasional telah mempunyai pengelolaan terhadap
kawasan sumber daya alam dan terbukti mampu mencegah kerusakan hutan.
Masyarakat secara arif dan terbukti mampu menjaga kelestarian secara berlanjut
(sustainable).
Didalam rumusan revisi UU No. 5 tahun
1990 selain daripada merumuskan paradigma negara vis rakyat yang juga
berperspektif HAM juga menawarkan usulan kongkrit. Di diktum dasar “mengingat”
sehingga kalimatnya berbunyi “bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan
ekosistemnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Klausula “yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia”
merupakan ketentuan yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang terdiri dari
berbagai konvenan seperti UU No. 40 tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
On Economic, Social and Cultural Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, UU No. 12Ttahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Sipil Dan Politik), UU No. 29 tahun 1999 tentang Pengesahan International
Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965
(Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
1965).
Jadi kesimpulannya adalah harus ada
kesinergisan antara peraturan dan implementasi untuk mencapai hakekat tujuan
hukum yakni dari aspek kemanfaatan, kepastian hukum serta keadilan, sehingga
dapat menjamin hak-hak asasi masyarakat Indonesia dimanapun dan kapanpun
berada.

Cagar budaya adalah kegiatan untuk
menjaga atau melakukan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia
yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan. Di Indonesia, benda cagar budaya harus berumur sekurang-kurangnya
50 tahun. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi,
tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya.
Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan
sekarang.
Contoh kasus di Salatiga, Salatiga
dikenal sebagai kota yang udaranya dingin, enak buat istirahat, mengisi waktu
liburan, makananya enak-enak dan masih banyak gedung-gedung tua dengan
arsitektur Belanda yang sangat bagus-bagus. Tetapi saat ini terusak
ketenangannya dengan rencana pembongkaran salah satu bangunan cagar budaya yang
dimiliki Salatiga. Jika bangunan tersebut jadi dibongkar, Salatiga akan kehilangan
satu lagi saksi sejarah dan jati diri.
Dari sinilah ada perbedaan antara tujuan
dari konservasi benda cagar budaya dengan aksi pembongkaran salah satu bangunan
cagar budaya yang dimiliki Salatiga dengan tujuan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Padahal asset ini dapat dijadikan tempat wisata yang
memiliki nilai sejarah yang tinggi baik untuk wisatawan lokal maupun
mancanegara, dengan sedikit polesan-polesan ataupun pugara-pugaran guna meningkatkan
nilai jual terhadap asset ini. Selain sebagai media studi juga sebagai media
lapangan pekerjaan, yang mana setiap tempat wisata pasti ada yang mengurusnya,
dari situlah akan menghasilkan nilai-nilai ekonomis yang dapat meningkatkan
taraf kesejahteraan hidup masyarakat sekitar.
Komentar
Posting Komentar