- Pengertian
Pengangkutan Udara
Pengangkutan
udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk
mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu imbalan.
Pengangkutan udara diatur dengan Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian antara pihak pihak.
Tiket penumpang atau tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya
angkutan.
- Asas
dan Tujuan Penerbangan
Berdasarkan
Pasal 2 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penerbangan diselenggarakan
berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. usaha
bersama dan kekeluargaan;
c. adil
dan merata;
d. keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan;
e. kepentingan
umum;
f. keterpaduan;
g. tegaknya
hukum;
h. kemandirian;
i.
keterbukaan dan anti monopoli;
j.
berwawasan lingkungan hidup;
k. kedaulatan
negara;
l.
kebangsaan; dan
m. kenusantaraan.
Penerbangan
diselenggarakan dengan tujuan:
a. mewujudkan
penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan
harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
b. memperlancar
arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan
melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian
nasional;
c. membina
jiwa kedirgantaraan;
d. menjunjung
kedaulatan negara;
e. menciptakan
daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional;
f. menunjang,
menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;
g. memperkukuh
kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara;
h. meningkatkan
ketahanan nasional; dan
i.
mempererat hubungan antarbangsa.
- Jenis
Angkutan Udara
Kegiatan
angkutan udara terdiri atas:
1. Angkutan
udara niaga, terdiri atas:
a. angkutan
udara niaga dalam negeri; dan
b. angkutan
udara niaga luar negeri.
Kegiatan
angkutan udara niaga dapat dilakukan secara berjadwal dan/atau tidak berjadwal
oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional dan/atau asing untuk mengangkut
penumpang dan kargo atau khusus mengangkut kargo.
Angkutan
udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara
nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga.
Kegiatan
angkutan udara niaga tidak berjadwal yang bersifat sementara dapat dilakukan atas
inisiatif instansi Pemerintah dan/atau atas permintaan badan usaha angkutan
udara niaga nasional.
Kegiatan
angkutan udara niaga tidak berjadwal yang dilaksanakan oleh badan usaha
angkutan udara niaga berjadwal tidak menyebabkan terganggunya pelayanan pada
rute yang menjadi tanggung jawabnya dan pada rute yang masih dilayani oleh
badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya. Kegiatan angkutan udara
niaga tidak berjadwal dapat berupa:
a. rombongan
tertentu yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama bukan untuk tujuan wisata (affinity group);
b. kelompok
penumpang yang membeli seluruh atau sebagian kapasitas pesawat untuk melakukan
paket perjalanan termasuk pengaturan akomodasi dan transportasi lokal (inclusive tour charter);
c. seseorang
yang membeli seluruh kapasitas pesawat udara untuk kepentingan sendiri (own use charter);
d. taksi
udara (air taxi); atau
e. kegiatan
angkutan udara niaga tidak berjadwal lainnya.
2. Angkutan
udara bukan niaga
Kegiatan
angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
lembaga tertentu, orang perseorangan, dan/atau badan usaha Indonesia lainnya. Kegiatan
angkutan udara bukan niaga berupa:
a. angkutan
udara untuk kegiatan keudaraan (aerial
work);
b. angkutan
udara untuk kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan personel pesawat udara; atau
c. angkutan
udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara
niaga.
- Hak
dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya Pengangkut Udara Serta Hak dan
Kewajiban Pihak Pemakai Jasa
1. Hak
dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya Pengangkut Udara
Timbulnya
kewajiban antara kedua belah pihak dalam hal ini pemakai jasa angkutan dan
pengusaha angkutan udara adalah, didahului dengan adanya perjanjian yang
dilakukan dan disetujui sebelumnya, walaupun perjanjian yang disepakati bersama
im bersifat standar dalam arti berasal dari pihak pengusaha angkutan yang sudah
dirumuskan sedemikian rupa sehingga para pemakai jasa tinggal menyetujuinya
baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Mengenai hak, dan kewajiban
pihak pengangkut ketentuannya sudah diatur di dalam Ordonansi Pengangkutan
Udara (OPU), selain itu terdapat pula dalam ketentuan khusus lainnya den tidak
menyimpang dari ketentuan undang-undang.
2. Hak
pengangkut yang terdapat pula dalam Ordonansi Pengangkutan Udara antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Di
dalam pasal 7 ayat (1), disebutkan bahwa pengangkut berhak untuk meminta kepada
pengirim barang atau untuk membuat surat muatan udara.
b. Di
dalam pasal 9, disebutkan bahwa pengangkut berhak meminta kepada pengirim
barang untuk membuat surat muatan udara, jika ada beberapa barang.
c. Pengangkut
juga berhak menolak pengangkutan penumpang jika ternyata identitas penumpang
tidak jelas.
d. Hak
pengangkut yang dicantumkan dalam tiket penumpang yaitu hak untuk
menyelenggarakan angkutan kepada perusahaan pengangkutan lain, serta pengubah
tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui, semuanya tetap ada ditangan
pengangkut udara.
e. Hak
untuk pembayaran kepada penumpang atau pengirim barang atas barang yang telah
diangkutnya serta mengadakan peraturan
yang perlu untuk pengangkutan dalam batas-batas yang dicantumkan
Undang-undang.
3. Kewajiban
pengangkutan udara dalam Ordonansi Pengangkutan Udara adalah sebagai berikut :
a. Pengangkut
harus menandatangani surat muatan udara segera setelah muatan barang-barang
diterimanya ( Pasal 8 ayat 2 ).
b. Bila
pengangkut tidak mungkin melaksanakan perintah¬-perintah dari pengirim,
pengangkut harus segera memberitahukan Kepada pengirim ( Pasal 15 ayat 3 )
Sedangkan
kewajiban-kewajiban pengangkut pada umumnya antara lain adalah :
1) Mengangkut
penumpang atau barang-barang ketempat tujuan yang telah ditentukan.
2) Menjaga
keselamatan, keamanan penumpang, bagasi barang dengan sebaik-baiknya.
3) Memberi
tiket untuk pengangkutan penumpang dan tiket bagasi.
4) Menjamin
pengangkutan tepat pada waktunya.
5) Mentaati
ketentuan-ketentuan penerbangan yang berlaku
4. Hak
dan Kewajiban Pihak Pemakai Jasa
Adapun
hak dari pemakai jasa angkutan penumpang udara pada umumnya adalah:
a. Penumpang
atau pemakai jasa angkutan dapat naik pesawat terbang atau udara sampai ke
tujuan yang dikehendaki.
b. Penumpang
atau ahli waris dapat menuntut ganti rugi apabila is mendapat kerugian yang
diakibatkan kecelakaan pesawat terbang dalam penerbangan, dan kelalaian
pengangkutan.
Sedangkan
kewajiban pemakai jasa angkutan penumpang pada umumnya adalah sebagai berikut :
a. Penumpang
wajib membayar biaya angkutan udara atau tiket.
b. Penumpang
wajib memberitahu kepada pengangkut mengenai barang-barang yang dibawainya.
c. Penumpang
berkewajiban mentaati peraturan-peraturan pengangkutan udara serta
syarat-syarat perjanjian pengangkutan
- Fungsi
dan Peranan Pengangkutan Udara
Pengangkutan
udara yang diselenggarakan oleh PT. Garuda Indonesia berfungsi sebagai sarana
perhubungan antar pulau yang tidak atau belum terjangkau oleh perhubungan darat
dan laut juga berfungsi sebagai alat pembinaan bagi tumbuh dan berkembangnya
perusahaan pengangkutan udara di Indonesia. Ditinjau dari sudut perannya
pengangkutan udara merupakan tatanan dari perhubungan, yang merupakan
keterpaduan kegiatan transportasi darat, laut dan udara, yang meliputi
pengangkutan penumpang, barang dan bagasi.
Perpaduan
tersebut menentukan karakteristik dari pengangkutan-pengangkutan udara sebagai
suatu mata rantai dari tatanan perhubungan. Pada hakekatnya pembagian tugas
masing-masing peranan pengangkutan tidak mungkin dilakukan mengingat antara
pengangkutan darat, laut dan udara saling terkait. Peranan utama dari
pengangkutan udara adalah melayani kebutuhan perhubungan nasional dan
internasional dan menyediakan fasilitas transit penumpang untuk tempat tujuan
tertentu.
- Tanggung
Jawab Pengangkut Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2009
Wajib
angkut:
1. Badan
usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos
setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.
2. Badan
usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap
setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang
disepakati.
3. Perjanjian
pengangkutan dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.
Tanggung
Jawab Pengangkut terhadap Penumpang dan/atau Pengirim Kargo:
1. Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap,
atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat
dan/atau naik turun pesawat udara.
2. Apabila
kerugian timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk
membatasi tanggung jawabnya.
3. Ahli
waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara dapat melakukan
penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti
kerugian yang telah ditetapkan.
Ketentuan-ketentuan
lain:
1. Pengangkut
tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang
sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang
menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara.
2. Penumpang
wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan
dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
3. Pengangkut
tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi
kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
4. Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi
tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan
udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
5. Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo
yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan
udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
6. Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada
angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat
membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan
teknis operasional.
7. Pengangkut
bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara, dengan memberikan
kompensasi kepada penumpang berupa:
a. mengalihkan
ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau
b. memberikan
konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain
ke tempat tujuan.
- Prinsip-Prinsip
Tanggung Jawab Pengangkut Udara Terhadap Penumpang
Prinsip-prinsip
tanggung jawab khususnya untuk penumpang yang dapat disimpulkan dari
ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan dalam Ordonansi Pengangkutan
Udara adalah :
1. Prinsip
Presumption of Liability
Bahwa
seseorang pengangkut dianggap perlu bertanggung jawab untuk kerugian yang
ditimbulkan pada penumpang, barang atau bagasi dan pengangkut udara tidak
bertanggung jawab hanya bila la dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat
menghindarkan kerugian itu.
Jadi
para pihak yang dirugikan tidak usah membuktikan adanya kesalahan dan pihak
pengangkut. Prinsip ini dapat disimpulkan dan pasal 29 ayat (1) Ordonansi
Pengangkutan Udara yang berbunyi “Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk
kerugian bila ia membuktikan bahwa ia dan semua orang yang dipekerjakan itu,
telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan kerugian
atau bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk mengambil tindakan-tindakan itu”
Prinsip
ini oleh pihak pengangkut dirasakan terlalu berat, sebab pihak pengangkut
seolah-olah harus atau selalu bertanggung jawab apabila teradi kerugian pada
penumpang.
2. Prinsip
Limitation of Liability
Bahwa
setiap pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab, namun bertanggung jawab
itu terbatas sampai jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah diatur
dalam Ordonansi Pengangkutan Udara maupun Konvensi Warsawa. Pembatasan tanggung
jawab pengangkut udara dalam ordonansi dimaksudkan pembatasan dalam jumlah
ganti rugi yang akan dibayarkan. Ordonansi Pengangkutan Udara, pasal yang
mengatur pembatasan tanggung jawab untuk penumpang adalah pusal 30 ayat (1),
yaitu :
”Pada
pengangkutan penumpang, tanggung jawab pengangkut terhadap tiap–tiap penumpang atau
terhadap keluarganya yang disebutkan dalam pasal 24 ayat (2) bersama-sama
dibatasi sampai jumlah dua belas ribu lima ratus (Rp. 12.500,-). Jika ganti
kerugian ditetapkan sebagai suatu bunga, maka jumlah uang pokok yang dibungakan
tidak boleh melebihi jumlah di atas”.
Dari
dua prinsip pokok tersebut di atas ada dua penyimpangan yaitu: Pengangkutan
bertanggung jawab sampai jumlah yang dituntut tadi tidak terikat pada batas
maksimum yang ditentukan, apabila:
a. Ada
kesalahan berat dari pengangkut.
b. Ada
perubahan sengaja dari pengangkut untuk menimbulkan kerugian.
Pengangkutan
bebas sama sekali dari tanggung jawabnya. Apabila Pengangkut telah mengambil semua
tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan kerugian yang timbul. Pengangkut
tidak mungkin mengambil tindakan yang disebut diatas. Kerugian timbul karena
kesalahan pada pengemudian, handling pesawat atau navigasi dan semua tindakan
yang perlu untuk mencegah timbulnya kerugian.
- Pembatasan
dan Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut
Mengenai
pembatasan tanggung jawab pengangkut diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal 28,
pasal 29 ayat (1) dan pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 merupakan
pembatasan tanggung jawab yaitu banwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi
sampai jumlah Rp.12 500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan
siapa-siapa saja yang berhak menerima ganti rugi, yang dalam hal ini adalah :
Suami/istri dari penumpang yang tewas,Anak atau anak-anaknya dari si mati Orang
tua dari si mati. Pasal 28 menentuk in bahwa pengangkut udara tidak bertanggung
jawab dalam hal kelambatan, pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan
Ijin, maka pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena
kelambatan dalam pengangkutan penumpang, bagasi dan barang”.
Satu
pasal lain mengenai pembatasan tanggung jawab pihak pengangkut adalah pasal 33,
dimana pasal tersebut menentukan gugatan mengenai tanggung jawab atas dasar
apapun juga hanya dapat diajukan dengan syarat-syarat dan batas-batas seperti
yang dimaksudkan dalam peraturan ini.
Dengan
terbatasnya gugatan mengenai tanggung jawab dari pihak pengangkut, maka
terbatas pula tanggung jawab pihak pengangkut. Pembebasan Tanggung Jawab Pengangkut
Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yang memuat ketentuan mengenai pembebasan
adalah pasal 1 ayat (1), pasal 29 avat (1) dan pasal 36. Pasal 36 menemukan
bahwa pengangkut bebas dari tanggungjawabnya dalam hal setelah dua tahun
penumpang yang menderita kerugian tidak mengajukan tuntutannya.
Pasal
36 berbunyi “Gugatan mengenai tanggung jawab pengangkut harus diajukan dalam
jangka waktu dua tahun terakhir mulai saat tibanya di tempat tujuan, atau mulai
dari pesawat Udara seharusnya tiba, atau mulai pengangkutan Udara diputuskan
jika tidak ada hak untuk menuntut dihapus.
Selain itu ada hal-hal
yang membuat pengangkut tidak bertanggung jawab apabila timbul suatu keadaan
yang sama sekali tidak diduga sebelumnya, contohnya adalah sebagai berikut :
bahaya perang, sabotase, kebakaran, kerusuhan, kekacauan dalam negeri. Asuransi
tanggung jawab dibidang pengangkutan udara didasarkan atas prinsip terjadinya
peristiwa asuransi tersebut karena mencakup kerugian-kerugian yang terjadi
selama jangka waktu asuransi dan dilandasi kerugian yang paling dekat berdasar
atas produk yang keliru.
Komentar
Posting Komentar