1.
Lembaga dan Pranata Bank
Perbankan islam merupakan lembaga perbankan yang bersifat TERBUKA,
maksudnya adalah dalam pelaksanaannya, hukum islam dapat menampung kebutuhan
masyarakat sesuai perkembangan yang terjadi. Keterbukaan menjadikan hukum islam
dapat mengambil peranan lebih jauh dalam pengaturan.
Perbankan islam => tidak berasal dari tradisi islam, namun
diterima dalam islam dengan menggunakan aturan islam.
Konsep perbankan islam:
a.
Meninggalkan larangan RIBA
(yang paling fundamental)
Menghilangkan dengan sebuah proses
yakni mengubah perilaku masyarakat dari ribawi ke non ribawi.
Contoh: mengganti bunga dengan cara2
yg ditentukan hukum islam.
Hal ini tidak bisa serta merta
meninggalkan perilaku masyarakat yang sedemikian rupa, maka ketika hukum islam
diterapkan secara mutlak akan menimbulkan banyak problematika tertentu.
b.
Menggunakan pranata hukum yang
telah dikonstruksikan ke dalam tradisi hukum islam oleh para ahli hukum islam,
khususnya mengenai transaksi keuangan islam.

-
Tijarah => perniagaan
-
Tabarru’ => amal kebaikan
Pemisahan diperuntukkan untuk menghindari sebuah penyelewengan dari
suatu niat dalam diri manusia yang tidak dapat dilihat orang dan yang dapat
dilihat orang.
Contoh: pinjam meminjam, awalnya bentuk tabarru’ tidak boleh
menyimpang ke tijarah, sehingga di dalam tijarah timbul bentuk-bentuk transaksi
islam seperti istisna, dll. Oleh karena itu bank islam tidak boleh melayani
pinjam meminjam, kecuali dalam hal ‘menolong’, sehingga Rp1,- pun tidak
boleh ada tambahan (bunga), karena itu termasuk bentuk riba.
2.
Islamisasi Kelembagaan Bank
Islam
Bank islam (secara sosiologis) => segala sesuatunya untuk
menyempurnakan keislamannya secara bertahap. Contoh: pegawai perempuan
mengenakan jilbab.
3.
Islamisasi Internal Bank Islam
Keorganisasian bank islam:
a.
Dewan Syariah Nasional
Sebuah sub kelembagaan MUI
Mengapa harus melalui DSN di
masing-masing Negara? DSN, ketika mengakui hukum islam di dunia keuangan,
dilakukan dengan mengeluarkan FATWA, sebagai bentuk pengakuan secara hukum
‘diakui dan berlaku di indonesia’. Fatwa DSN (norma-norma dasar) sebagai syarat
wajib pemberlakuan syariat-syariat islam pada lembaga-lembaga islam tertentu.
Mengapa harus diakui secara fatwa?
1)
Pengakuan DSN merupakan bentuk
PEMBUMIAN hukum islam dalam realita kehidupan masyarakat Indonesia, karena
hukum islam masih dipahami secara abstrak sehingga harus ada konkretisasi.
2)
Penerapan penggunaan
pranata-pranata hukum yang ada di dalam keilmuan hukum islam dalam dunia
keuangan modern tidak sepenuhnya sama seperti apa yang secara normatif
dirumuskan oleh para ahli hukum islam awal sehingga dibutuhkan strategi
penyesuaian-penyesuaian menurut perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
3)
Hukum islam sebagai bagian dari
budaya berhukum menurut dasar-dasar yang ditentukan di dalam islam mempunyai
unsur-unsur yang bersifat lokal sehingga perlua danya pengakuan di tiap Negara
sesuai kebutuhan lokal yang mempunyai nilai kemaslahatan.

Indonesia: DSN merekomendasikan berlaku/
tidak berlakunya hukum islam tertentu
Malaysia: DSN merekomendasikan berlakunya
hukum islam tertentu.
Karena berbagai macam alasan,
diantaranya CULTURAL dan TEMPORAL (masa/ waktu). Misalnya: (dulu) pranata hukum
islam untuk mengatur dunia ekonomi murni (riil), sehingga dapat dikatakan
‘mudah’ menyelesaikan masalah pada masa itu. (sekarang) pranata digunakan utnuk
keuangan yang tidak riil sehingga dibutuhkan pendekatan-pendekatan baru.
Contoh: dulu - Mudhorabah (penjaminan/pembiayaan)
-> islam mengharamkan
Sekarang - Mudhorabah (penjaminan/
pembiayaan) diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.

b.
Dewan Pengawas Syariah
Fatwa diaplikasikan dengan diawasi
DPS, sehingga DPS bertujuan mengawasi penerapan norma yang telah ditentukan DSN
secara internal. DPS ada di setiap lembaga bank islam. Di Indonesia, DPS berada
di kantor-kantor pusat bank-bank Islamic.
DPS posisinya sejajar dengan pemegang
saham (apabila bank berbentuk PT), sehingga posisinya independen yang tidak
mudah dipengaruhi pihak lain, termasuk direksi.
DPS di pusat -> hanya normatif
DPS di cabang -> penerapan.

4.
HYBRID CONTRACT / MURAKKABAH
-
Dulu, konstruksi hukum islam
-> sederhana. Contoh: jual beli
-
Sekarang, lebih kompleks.
Contoh: leasing (dasarnya dari sewa-beli)
-
Munculnya murakabbah sebagai
jalan keluar untuk menyelesaikan problem yang dilematis yang di satu sisi ada
larangan riba yang mengkategorikan semua tambahan pinjaman itu dilarang. Di
lain sisi masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan riil.
-
Pinjam meminjam => hubungan
hukum yang efektif dan efisien dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dunia
bisnis maupun konsumtif.
-
Alasan murakabah:
1.
Keuangan
2.
Kemajuan dunia membutuhkan
-
Hybrid: gabungan 2/lebih dari
suatu akad yang tujuannya mencari jalan keluar yang dilematis sehingga di lain
sisi dapat memenuhi kebutuhan.
-
Macam-macam:
1.
Multi akad yang mukhtalithah
(bercampur memunculkan akad baru)
a.
jual-beli istighlal, yakni
percampuran 3 akad yang berasal dari 2 akad jual-beli dan 1 ijarah
Contoh kasus a.1
Andi butuh dana, mempunyai tanah yang
tidak ingin dijualnya, mempunyai kebutuhan yang mendesak. Penyelesaiannya, Andi
menjual tanahnya tersebut ke bank islam, maka dalam kurun waktu tertentu bank
akan menjual tanah tersebut. Misalnya 1 tahun, maka 1 tahun kemudian Andi akan
membeli tanah tersebut dengan harga yang telah disepakati pada saat penjualan
tanah sebelumnya.
Catatan: pinjam meminjam (utang) di
bank islam adalah bentuk riba. Islam tidak menghalalkan penjaminan maka Andi
menjual tanahnya.
b.
perjanjian sirkah
Contoh kasus b.1
Andi mempunyai tanah, ingin membeli
rumah, mempunyai uang 50juta dan dirasa kurang karena harga rumah 100juta.
Penyelesaiannya adalah bank islam ikut andil membeli rumah dengan memberikan
uang 50juta, sehingga status kepemilikan rumah tersebut adalah milik berdua,
yakni Andi dan bank islam. Maka 50juta dari bank bisa dibayar dengan sistem
jual beli (ada proses kepemilikan secara hukum -> beralihnya kepemilikan di
akhir perjanjian).
c.
Mudharabah (pembiayaan islam)
Konsep: islam melarang penjaminan,
karena dasar filsafat adalah kerjasama sehingga ada keterkaitan menjalankan
usaha serta menimbulkan ketidakseimbangan. Namun penjaminan diperbolehkan untuk
mencegah pihak kedua (nasabah) melakukan pelanggaran terhadap perjanjian.
Contoh kasus c.1
Andi mempunyai skill namun tidak
mempunyai modal, maka bank islam dapat memberikan pembiayaan kepada Andi untuk
digunakan sebagai modal usaha. Andi akan mengembalikan ke pihak bank berupa
hasil berupa barang dari usahanya tersebut.
Maka sistemnya adalah kerjasama.
Contoh kasus c.2
Andi mempunyai lahan sawit kosong 100
ha, namun ia tidak mempunyai modal untuk menanami lahan tersebut.
Penyelesaiannya, bank akan memberikan 100juta untuk modal usaha dengan
perjanjian Andi akan memberikan 100ton sawit (sepadan dengan 100juta) apabila
telah panen.
-
Larangan-larangan:
1.
Menggabungkan salaf (jual-beli
pesan/salam) dengan jual-beli, kecuali diperbolehkan di dalam al hadits
2.
2 syarat dalam 1 akad jual-beli
3.
Menjual apa yang tidak ada pada
dirimu
4.
Mengambil laba dari apa yang
tidak kamu jamin (kerugiannya).
Komentar
Posting Komentar