Ada
beberapa alternatif pemanfaatan kawasan karst yang sifatnya berkelanjutan,
yaitu konservasi sumber daya alam dan pariwisata, yaitu :
1. Konservasi
Sumber Daya Alam.
Kawasan
karst ada yang memiliki nilai estetika dan nilai wisata alam (keindahan
bukit-bukit karst dan keindahan gua), nilai ilmiah, nilai budaya, dan nilai
ekonomi (tanaman endemis, sumber air, wisata alam dan budaya). Semua nilai ini
akan lenyap dalam waktu singkat apabila kawasan karst itu ditambang. Proses dan
gangguan maupun tekanan terhadap kawasan karst akan semakin cepat dengan
hadirnya para pengusaha yang mengeksploitasi kawasan karst dalam skala besar.
Keadaan ini juga didukung dengan adanya slogan yang sering digunakan oleh
pemerintah dalam memberdayakan masyarakat, yaitu “dari, oleh dan untuk rakyat”,
bila tidak diikuti dengan suatu penjelasan, mengingat bahwa rakyat yang
dimaksud adalah rakyat yang heterogen, dan pada umumnya berpendidikan rendah,
belum sadar lingkungan dan hanya berorientasi pada peningkatan penghasilan
semata.
Kawasan
karst dengan isinya berupa komponen biotik dan abiotik memberikan potensi
sebagai penyangga kehidupan bagi insan yang berada di bumi ini. Dalam
melaksanakan fungsi ini secara optimal, diperlukan suatu upaya perlindungan,
dimana pada akhirnya kawasan karst mampu memberikan kontribusi yang besar
secara ekonomi namun tetap lestari. Salah satu tindakan yang perlu dilaksanakan
adalah tindakan pencagaran berdasarkan konsep upaya perlindungan kawasan karst
dari gangguan dan atau tekanan-tekanan akibat salah kelola dan pemanfaatan
secara tidak berkesinambungan. Agar misi tersebut dapat diterapkan secara tepat
dan terarah, maka diperlukan perangkat hukum, berupa peraturan dan
perundang-undangan yang nantinya menjadi dasar pelaksanaan pengelolaan.
Kaitannya
dengan permasalahan di atas, dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar berbagai
pihak terkait, seperti pemerintah, para akademisi, pemerhati lingkungan seperti
LSM dan kelompok-kelompok pecinta alam, masyarakat, serta pengusaha, yang dapat
dijadikan pengelola yang harus mempunyai persepsi dan aspirasi yang sama dalam
memandang keberadaan kawasan karst.
Koordinasi
dalam bentuk kerja sama yang terpadu antar berbagai pihak sangat diperlukan,
seperti :
a. Pihak
Pemerintah Daerah sebagai pihak yang mempunyai otoritas wilayah, perlu lebih
proaktif dalam mengendalikan eksploitasi kawasan karst.
b. Peran
Departemen Kehutanan, khususnya Ditjen PKA (Perlindungan dan Konservasi Alam)
dalam upaya konservasi kawasan karst dan gua, dapat dipertegas tugasnya dalam
perlindungan bentukan alam ini. Antara lain dengan diberi wewenang melakukan
identifikasi aneka nilai yang terkandung dalam suatu kawasan karst, baik di
dalam maupun di luar wilayah konservasi alam.
c. LSM
/ Kelompok Pecinta Alam sebagai pemerhati lingkungan, memiliki fungsi kontrol
terhadap aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan karst.
Agar disponsori untuk mendidik/ menyiapkan SDM yang mengerti akan pentingnya
pengkonservasian kawasan karst.
d. Peran
perguruan tinggi (pihak akademisi) sangat penting, mengingat perguruan tinggi
berfungsi sebagai lembaga ilmiah, konsultasi dan pengembangan SDM. Lembaga ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan karst secara berkelanjutan.
e. Pengusaha
diharapkan ikut memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan karst, dan
menggunakan teknologi yang tepat guna, sehingga mampu menghasilkan produk yang
ramah lingkungan dan tetap mengacu pada aspek-aspek konservasi alam.
f. Deptamben,
Industri, Depdagri (otonomi daerah), Pekerjaan Umum, Kebudayaan dan Pariwisata,
Kehutanan, Perikanan dan Pertanian, serta LIPI, dalam menjalankan wewenang dan
tanggung jawabnya perlu melakukan koordinasi antar departemen terkait, yang
dilakukan secara integrativ lintas sektoral, sehingga tidak ditempuh
kebijaksanaan tumpang tindih, yang kadangkala menjadi pemicu munculnya
permasalahan dalam pengelolaan karst.
Permasalahan
kawasan karst dengan keterpaduan ekosistemnya, belum mendapat perhatian optimal
dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, maupun dari kelompok ilmuwan dari
Universitas Pemerintah/Swasta dalam upaya mengidentifikasi aneka nilai yang
terkandung di dalamnya secara kuantitatif dan kualitatif, serta pemanfaatannya.
Antara lain sebagai obyek penelitian ilmiah mendampingi Pemerintah Daerah untuk
mencari sumber-sumber yang dapat meningkatkan PAD secara berkelanjutan, dan
terutama dalam upaya memandang kawasan karst sebagai aset alam yang bernilai
strategis.
Kawasan
karst ada yang memiliki potensi besar sebagai obyek wisata alam. Sejak dini
wajib diteliti, apakah ada kesediaan dan kesanggupan masyarakat setempat untuk
berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan dan pemeliharaannya.
Masyarakat setempat harus dibina agar siap untuk dilibatkan dalam pengembangan,
pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata tersebut, sebagai partisipasi aktif
bukan sebagai penonton pasif. Rakyat yang bakal kehilangan lahan garapan, terutama
status kepemilikan tanah, sering tidak merasa puas dengan hanya penggantian
uang. Identifikasi kesiapan masyarakat setempat untuk melibatkan diri dalam
kegiatan wisata alam perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan utama.
Selain
aspek kesiapan masyarakat untuk didayagunakan, dipersyaratkan pula pola
manajemen profesional, sebagai landasan pemanfaatan kawasan karst untuk obyek
wisata. Keberadaan obyek wisata dan tata layanan yang baik, akan semakin
menarik wisatawan bila dilandasi pola manajemen yang profesional.
Pengembangannya harus berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand) lokal,
regional dan nasional, bahkan internasional. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan
obyek wisata minat khusus.
Kawasan
karst merupakan kawasan yang spesifik. Obyek wisatanya dapat berupa wisata gua
(obyek wisata endokarst) dan wisata panjat tebing, trekking, wana wisata,
observasi flora dan fauna (obyek wisata eksokarst). Untuk itulah wajib
diidentifikasi secara terpadu aneka nilai yang terkandung dalam gua tersebut.
Beberapa
nilai yang dapat dijumpai pada gua-gua alam, yaitu :
a. Nilai
estetika yang tinggi. Gua dengan banyak ornamen (speleotem) indah dipandang.
Gua ini mungkin potensial dibuka untuk umum. Dekorasi gua tersebut harus
terlindung dari jamahan tangan pengunjung.
b. Gua
yang dialiri sungai bawah tanah yang telah dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih oleh penduduk setempat atau penduduk di kawasan karst
tersebut. Gua demikian tidak boleh dibuka untuk wisata, karena pengunjung akan
mencemari air bersih yang ada pada gua itu.
c. Gua
yang dihuni oleh ratusan sampai ribuan kelelawar dan atau burung walet maupun
banyak biota gua lainnya yang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan
ekologi, penting pula untuk sains. Gua demikian tidak boleh dikunjungi oleh
umum, karena akan mengganggu keberadaan makhluk bermanfaat itu. Bila dibuka
untuk gua wisata, maka lorong-lorong dengan biota gua tersebut harus ditutup
untuk pengunjung gua.
d. Gua
dengan sedimen yang memiliki nilai ilmiah tinggi, karena mengandung serbuk
bunga atau spora yang bisa dipakai untuk menganalisa vegetasi dan iklim masa
lampau di sekitar gua, bahkan mungkin mengandung artefak bernilai ilmiah,
seperti fosil atau aneka temuan arkeologi. Gua atau lorong bawah tanah demikian
tidak boleh dikunjungi wisatawan penelusur gua.
e. Gua
dengan peninggalan sejarah dengan kuburan yang dikeramatkan yang bernilai
mistik, pernah atau masih dipakai sebagai situs pertapaan. Gua demikian hanya
boleh dikembangkan sebagai cagar budaya.
f. Gua
yang memiliki nilai strategis dalam keadaan perang, juga ditutup untuk umum.
g. Gua
yang memiliki nilai ekonomis dari segi pertambangan (fosfat,dsbnya), gua
demikian tidak boleh dikunjungi dan hanya boleh untuk ditambang.
h. Gua
yang memiliki nilai pendidikan untuk konservasi alam dan ekowisata, hanya boleh
untuk obyek penelitian.
Pengelolaan
gua sebagai obyek wisata untuk umum, memerlukan perhatian khusus dan seimbang
terhadap keselamatan objek wisata (jangan sampai dicorat-coreti, dirusak,
dicemari, diambil bentukan alam atau flora faunanya) dan keselamatan bagi
pelaku wisata itu sendiri. Karenanya untuk obyek wisata minat khusus kawasan
karst (menelusuri gua belantara, observasi flora dan fauna karst), diperlukan
suatu sistem perizinan. Untuk mendukung sistem perizinan ini diperlukan sumber
daya manusia terdidik antara lain pemandu wisata gua dan pengelola wilayah
karst dan gua.
Komentar
Posting Komentar