Pemanfaatan Kawasan Karst ( Karst - Part III )


Ada beberapa alternatif pemanfaatan kawasan karst yang sifatnya berkelanjutan, yaitu konservasi sumber daya alam dan pariwisata, yaitu :
1. Konservasi Sumber Daya Alam.
Kawasan karst ada yang memiliki nilai estetika dan nilai wisata alam (keindahan bukit-bukit karst dan keindahan gua), nilai ilmiah, nilai budaya, dan nilai ekonomi (tanaman endemis, sumber air, wisata alam dan budaya). Semua nilai ini akan lenyap dalam waktu singkat apabila kawasan karst itu ditambang. Proses dan gangguan maupun tekanan terhadap kawasan karst akan semakin cepat dengan hadirnya para pengusaha yang mengeksploitasi kawasan karst dalam skala besar. Keadaan ini juga didukung dengan adanya slogan yang sering digunakan oleh pemerintah dalam memberdayakan masyarakat, yaitu “dari, oleh dan untuk rakyat”, bila tidak diikuti dengan suatu penjelasan, mengingat bahwa rakyat yang dimaksud adalah rakyat yang heterogen, dan pada umumnya berpendidikan rendah, belum sadar lingkungan dan hanya berorientasi pada peningkatan penghasilan semata.
Kawasan karst dengan isinya berupa komponen biotik dan abiotik memberikan potensi sebagai penyangga kehidupan bagi insan yang berada di bumi ini. Dalam melaksanakan fungsi ini secara optimal, diperlukan suatu upaya perlindungan, dimana pada akhirnya kawasan karst mampu memberikan kontribusi yang besar secara ekonomi namun tetap lestari. Salah satu tindakan yang perlu dilaksanakan adalah tindakan pencagaran berdasarkan konsep upaya perlindungan kawasan karst dari gangguan dan atau tekanan-tekanan akibat salah kelola dan pemanfaatan secara tidak berkesinambungan. Agar misi tersebut dapat diterapkan secara tepat dan terarah, maka diperlukan perangkat hukum, berupa peraturan dan perundang-undangan yang nantinya menjadi dasar pelaksanaan pengelolaan.
Kaitannya dengan permasalahan di atas, dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, para akademisi, pemerhati lingkungan seperti LSM dan kelompok-kelompok pecinta alam, masyarakat, serta pengusaha, yang dapat dijadikan pengelola yang harus mempunyai persepsi dan aspirasi yang sama dalam memandang keberadaan kawasan karst.
Koordinasi dalam bentuk kerja sama yang terpadu antar berbagai pihak sangat diperlukan, seperti :
a.       Pihak Pemerintah Daerah sebagai pihak yang mempunyai otoritas wilayah, perlu lebih proaktif dalam mengendalikan eksploitasi kawasan karst.
b.      Peran Departemen Kehutanan, khususnya Ditjen PKA (Perlindungan dan Konservasi Alam) dalam upaya konservasi kawasan karst dan gua, dapat dipertegas tugasnya dalam perlindungan bentukan alam ini. Antara lain dengan diberi wewenang melakukan identifikasi aneka nilai yang terkandung dalam suatu kawasan karst, baik di dalam maupun di luar wilayah konservasi alam.
c.       LSM / Kelompok Pecinta Alam sebagai pemerhati lingkungan, memiliki fungsi kontrol terhadap aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan karst. Agar disponsori untuk mendidik/ menyiapkan SDM yang mengerti akan pentingnya pengkonservasian kawasan karst.
d.      Peran perguruan tinggi (pihak akademisi) sangat penting, mengingat perguruan tinggi berfungsi sebagai lembaga ilmiah, konsultasi dan pengembangan SDM. Lembaga ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi pengelolaan dan pemanfaatan kawasan karst secara berkelanjutan.
e.       Pengusaha diharapkan ikut memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan karst, dan menggunakan teknologi yang tepat guna, sehingga mampu menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan tetap mengacu pada aspek-aspek konservasi alam.
f.       Deptamben, Industri, Depdagri (otonomi daerah), Pekerjaan Umum, Kebudayaan dan Pariwisata, Kehutanan, Perikanan dan Pertanian, serta LIPI, dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya perlu melakukan koordinasi antar departemen terkait, yang dilakukan secara integrativ lintas sektoral, sehingga tidak ditempuh kebijaksanaan tumpang tindih, yang kadangkala menjadi pemicu munculnya permasalahan dalam pengelolaan karst.

 2. Pariwisata.
Permasalahan kawasan karst dengan keterpaduan ekosistemnya, belum mendapat perhatian optimal dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, maupun dari kelompok ilmuwan dari Universitas Pemerintah/Swasta dalam upaya mengidentifikasi aneka nilai yang terkandung di dalamnya secara kuantitatif dan kualitatif, serta pemanfaatannya. Antara lain sebagai obyek penelitian ilmiah mendampingi Pemerintah Daerah untuk mencari sumber-sumber yang dapat meningkatkan PAD secara berkelanjutan, dan terutama dalam upaya memandang kawasan karst sebagai aset alam yang bernilai strategis.
Kawasan karst ada yang memiliki potensi besar sebagai obyek wisata alam. Sejak dini wajib diteliti, apakah ada kesediaan dan kesanggupan masyarakat setempat untuk berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pengembangan dan pemeliharaannya. Masyarakat setempat harus dibina agar siap untuk dilibatkan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata tersebut, sebagai partisipasi aktif bukan sebagai penonton pasif. Rakyat yang bakal kehilangan lahan garapan, terutama status kepemilikan tanah, sering tidak merasa puas dengan hanya penggantian uang. Identifikasi kesiapan masyarakat setempat untuk melibatkan diri dalam kegiatan wisata alam perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan utama.
Selain aspek kesiapan masyarakat untuk didayagunakan, dipersyaratkan pula pola manajemen profesional, sebagai landasan pemanfaatan kawasan karst untuk obyek wisata. Keberadaan obyek wisata dan tata layanan yang baik, akan semakin menarik wisatawan bila dilandasi pola manajemen yang profesional. Pengembangannya harus berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand) lokal, regional dan nasional, bahkan internasional. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan obyek wisata minat khusus.
Kawasan karst merupakan kawasan yang spesifik. Obyek wisatanya dapat berupa wisata gua (obyek wisata endokarst) dan wisata panjat tebing, trekking, wana wisata, observasi flora dan fauna (obyek wisata eksokarst). Untuk itulah wajib diidentifikasi secara terpadu aneka nilai yang terkandung dalam gua tersebut.
Beberapa nilai yang dapat dijumpai pada gua-gua alam, yaitu :
a.       Nilai estetika yang tinggi. Gua dengan banyak ornamen (speleotem) indah dipandang. Gua ini mungkin potensial dibuka untuk umum. Dekorasi gua tersebut harus terlindung dari jamahan tangan pengunjung.
b.      Gua yang dialiri sungai bawah tanah yang telah dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh penduduk setempat atau penduduk di kawasan karst tersebut. Gua demikian tidak boleh dibuka untuk wisata, karena pengunjung akan mencemari air bersih yang ada pada gua itu.
c.       Gua yang dihuni oleh ratusan sampai ribuan kelelawar dan atau burung walet maupun banyak biota gua lainnya yang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi, penting pula untuk sains. Gua demikian tidak boleh dikunjungi oleh umum, karena akan mengganggu keberadaan makhluk bermanfaat itu. Bila dibuka untuk gua wisata, maka lorong-lorong dengan biota gua tersebut harus ditutup untuk pengunjung gua.
d.      Gua dengan sedimen yang memiliki nilai ilmiah tinggi, karena mengandung serbuk bunga atau spora yang bisa dipakai untuk menganalisa vegetasi dan iklim masa lampau di sekitar gua, bahkan mungkin mengandung artefak bernilai ilmiah, seperti fosil atau aneka temuan arkeologi. Gua atau lorong bawah tanah demikian tidak boleh dikunjungi wisatawan penelusur gua.
e.       Gua dengan peninggalan sejarah dengan kuburan yang dikeramatkan yang bernilai mistik, pernah atau masih dipakai sebagai situs pertapaan. Gua demikian hanya boleh dikembangkan sebagai cagar budaya.
f.       Gua yang memiliki nilai strategis dalam keadaan perang, juga ditutup untuk umum.
g.      Gua yang memiliki nilai ekonomis dari segi pertambangan (fosfat,dsbnya), gua demikian tidak boleh dikunjungi dan hanya boleh untuk ditambang.
h.      Gua yang memiliki nilai pendidikan untuk konservasi alam dan ekowisata, hanya boleh untuk obyek penelitian.
Pengelolaan gua sebagai obyek wisata untuk umum, memerlukan perhatian khusus dan seimbang terhadap keselamatan objek wisata (jangan sampai dicorat-coreti, dirusak, dicemari, diambil bentukan alam atau flora faunanya) dan keselamatan bagi pelaku wisata itu sendiri. Karenanya untuk obyek wisata minat khusus kawasan karst (menelusuri gua belantara, observasi flora dan fauna karst), diperlukan suatu sistem perizinan. Untuk mendukung sistem perizinan ini diperlukan sumber daya manusia terdidik antara lain pemandu wisata gua dan pengelola wilayah karst dan gua.

Komentar