1. Kawasan karst sebagai akuifer air alami
Perkembangan pengetahuan tentang karst mengungkapkan
bahwa karst merupakan akuifer air yang baik. Konsep epikarst yang dilontarkan
oleh ahli hidrologi karst Mangin (1973), menyebutkan bahwa lapisan batu gamping
yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun
waktu yang lama. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Alexander Klimchouk (1979,
1981) bahwa zona di dekat permukaan karst merupakan zona utama pengisi sistem
hidrologi karst melalui proses infiltrasi diffuse
dan aliran celah (fissure flow).
Dari tipe aliran air pada celah vertikal, Chernyshev (1983) memperkirakan bahwa
zona epikarst ini terletak pada kedalaman 30 – 5 meter di bawah permukaan karst
dengan ketebalan bervariasi, biasanya 10 – 15 meter dari permukaan
(Klimchouk,2003).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut menjadi
jelas bahwa kawasan karst memiliki fungsi yang jauh lebih penting daripada
hanya sekedar gundukan bahan galian C, yaitu sebagai akuifer air alami yang
berperan penting terhadap suplai hidrologi daerah sekitar. Kawasan karst Gunung
Sewu, selama ini telah memenuhi kebutuhan air baku bagi 120.000 jiwa. Jumlah
itu baru dicukupi dari dua sistem sungai bawah permukaan saja, yaitu sistem Goa
Seropan dan Sistem Goa Bribin.
2. Kawasan
karst sebagai hunian fauna pengendali hama
Kawasan karst selalu memiliki goa yang jumlahnya
mencapai belasan hingga ratusan dalam satu kawasan. Goa-goa ternyata merupakan
hunian bagi sejumlah biota, salah satunya adalah kelelawar. Berbagai jenis
kelelawar biasa hidup berdampingan dalam satu goa. Beberapa goa yang memiliki
dimensi ruang dan lorong yang panjang, mampu menampung ribuan hingga jutaan
ekor kelelawar. Beberapa jenis kelelawar yang biasa ditemui hidup di goa-goa
karst salah satunya adalah kelelawar pemakan serangga. Daya jelajah kelelawar
ini mencapai radius kurang lebih 9 (Sembilan) kilometer dari tempat tinggalnya,
artinya kelelawar ini memiliki kemungkinan menjaga areal seluas 250 kilometer
persegi dari ancaman hama serangga. Kelelawar memiliki kemampuan makan hingga
seperempat berat tubuhnya, tiap malamnya kelelawar pemakan serangga mampu
melahap 800 – 1200 ekor serangga (Ducummon, 2001). Tentu saja hal ini dapat
berdampak positif untuk bidang pertanian. Petani tidak perlu repot mengeluarkan
banyak uang untuk membeli pestisida. Namun sayangnya, kesadaran masyarakat akan
pentingnya kelelawar masih begitu rendah. Di beberapa wilayah, masyarakat masih
gemar memburu kelelawar untuk sekedar menjadi lauk pauk hingga
diperjualbelikan. Gangguan habitat kelelawar menyebabkan hama serangga yang
tidak terkendali. Akibatnya, hasil pertanian tidak sesuai dengan yang
diharapkan hingga gagal panen total.
3. Kawasan
karst sebagai pengendali banjir
Sifat fisik batu gamping penyusun kawasan karst
memungkinkan kawasan karst tersebut memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan
air hujan dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini tak lepas dari peran zona
epikarst yang merupakan zona yang mampu menyimpan air paling banyak dalam satu
tubuh batu gamping. Keberadaan zona epikarst yang terletak dekat permukaan
sangat memungkinkan mendapatkan gangguan dari aktivitas manusia, salah satunya
adalah perubahan bentuk lahan, baik untuk eksploitasi batu gamping
(pertambangan) maupun untuk keperluan lain seperti mendirikan bangunan.
Permukaan karst yang dikupas menyisakan batuan yang
lebih pejal dan massif dengan sedikit pori-pori maupun retakan-retakan.
Sehingga ketika hujan turun, batuan tersebut tidal lagi mampu menyerap air. Air
yang tidak terserap akan melimpas melalui permukaan dan berpotensi menimbulkan
banjir bandang, terutama jika lahan yang terkupas memiliki luas dan keterangan
yang signifikan. Setiap lahan karst yang telah terkelupas membutuhkan waktu
yang lama (ribuan tahun) untuk kembali membentuk lapisan epikarst dan berfungsi
sebagaimana awalnya. Sehingga dapat disimpulkan setiap kerusakan yang terjadi
pada permukaan karst bersifat permanen dan tidak dapat direhabilitasi lagi.
4. Kawasan
karst sebagai laboratorium alam
Berbagai potensi yang terdapat di kawasan karst
menjadikan kawasan karst memiliki nilai ilmiah yang tinggi. Di seluruh penjuru
dunia, kawasan karst sudah umum menjadi lokasi penelitian berbagai disiplin
ilmu pengetahuan. Segala segi informasi yang terekam dan tersimpan selama
proses pembentukan karst menjadi bahan penelitian disiplin ilmu kebumian. Flora
dan fauna tentu saja menjadi kajian menarik bagi mereka yang menekuni ilmu
hayati. Bukan hanya flora dan fauna yang hidup di permukaan karst namun juga
mereka yang jauh tersembunyi dalam gelapnya goa-goa karst.
Karst dengan segala sifat fisik batuan penyusunnya,
ternyata merupakan tempat yang ideal untuk mengawetkan berbagai macam jenis
sisa kehidupan masa lampau. Tak terkecuali fungsi goa sebagai tempat hunian
manusia-manusia prasejarah. Aneka ragam perkakas hingga fosil manusia purba
banyak ditemukan di kawasan karst. Berbagai temuan spektakuler telah
dipublikasikan sejak ilmu tentang karst dipelajari manusia pada awal abad 19.
Salah satunya adalah penemuan fosil manusia kerdil/ Hobbit di Liang Bua Flores, Indonesia.
Semoga bermanfaat ^_^
Komentar
Posting Komentar