Kata sepakat dalam suatu perjanjian dapat diperoleh melalui
suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie). Istilah penawaran
(offerte) merupakan suatu pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk
mengadakan perjanjian, yang tentunya dalam penawaran tersebut telah terkandung
unsur esensialia dari perjanjian yang akan dibuat. Penerimaan (acceptatie)
sendiri merupakan pernyataan kehendak tanpa syarat untuk menerima penawaran
tersebut.
Kata sepakat dapat diberikan secara tegas maupun diam-diam.
Secara tegas dapat dilakukan dengan tertulis, lisan maupun dengan suatu tanda
tertentu. Cara tertulis dapat dilakukan dengan akta otentik maupun dengan akta
di bawah tangan.
Mengenai kapan saat terjadinya kata sepakat, terdapat 4
(empat) teori yang menyoroti hal tersebut, yaitu :
1. Teori Ucapan (Uitings Theorie)
Teori ini berpijak kepada salah satu prinsip hukum bahwa
suatu kehendak baru memiliki arti apabila kehendak tersebut telah dinyatakan.
Menurut teori ini, kata sepakat terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran
telah menulis surat jawaban yang menyatakan ia menerima surat pernyataan.
Kelemahan teori ini yaitu tidak adanya kepastian hukum karena pihak yang
memberikan tawaran tidak tahu persis kapan pihak yang menerima tawaran tersebut
menyiapkan surat jawaban.
2. Teori Pengiriman (verzendings Theorie)
Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran telah mengirimkan surat jawaban atas penawaran yang diajukan
terhadap dirinya. Dikirimkannya surat maka berarti si pengirim kehilangan
kekuasaan atas surat, selain itu saat pengiriman dapat ditentukan dengan tepat.
Kelemahan teori ini yaitu kadang terjadi perjanjian yang telah lahir di luar
pengetahuan orang yang melakukan penawaran tersebut, selain itu akan muncul
persoalan jika si penerima menunda-nunda untuk mengirimkan jawaban.
3. Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie)
Menurut teori ini, terjadi pada saat pihak yang menawarkan
menerima langsung surat jawaban dari pihak yang menerima tawaran.
4. Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie)
Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi pada saat
pihak yang melakukan penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui
oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain
memungkinkan terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka
surat penawaran dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran
mengetahui isi surat penawaran.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesepakatan maka perlu
dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut
ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau
merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk
menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian
mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.
Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu
keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu
kehendak.
Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah
:
“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Riduan Syahrani bahwa :
“Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa
para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan
atau menyetujui kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada
paksaan, kekeliruan dan penipuan”.
Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian
pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang
kapan terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni :
1. Teori
Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak
yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2. Teori
Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima
penawaran mengirimkan telegram.
3. Teori
Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum
diterimanya (tidak diketahui secara langsung).
4. Teori
Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan
menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Azas Consensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya
perjanjian terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian
tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal
1320 KUHPerdata.
Perjanjian seharusnya adanya kata sepakat secara suka rela
dari pihak untuk sahnya suatu perjanjian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1321
KUHPerdata yang mengatakan bahwa : Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau tipuan.
Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi
syarat-syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan
jika suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat
objektif, maka perjanjian itu adalah batal demi hukum.
sumber:
KUHPerdata.
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat
di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 16.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum
Perdata, Alumni, Bandung, 2000. hal. 214.
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan
Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 33-41.
Subekti dan Titrosudibio, KUHPerdata, Paramita, Jakarta.
1974.
Komentar
Posting Komentar