A. PENGADAAN BARANG/JASA MILIK
PEMERINTAH
1.
Cara-cara pengadaan barang dan jasa
adalah sebagai berikut :
a.
Pelelangan umum
Pelelangan umum adalah
cara pengadaan barang/jasa secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media masa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat
luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
b.
Pelelangan terbatas
Pelelngan terbatas
adalah cara pengadaan barang/jasa dengan pelelangan yang diumumkan secara luas
melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia
barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
c.
Pemilihan langsung
Pemilihan langsung
yaitu pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan
sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari
penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi
baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman
resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet.
d.
Penunjukkan langsung
Metode penunjukkan
langsung adalah pengadaan barang/jasa dengan menumjuk langsung terhadap 1
(satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun
biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan.
2.
Prinsip-prinsip pengadaan barang dan
jasa :
a.
Efisien : pengadaan barang/jasa harus
diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai
sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan;
b.
Efektif : pengadaan barang/jasa harus
sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
c.
Terbuka dan bersaing : pengadaan
barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan
dan dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang
setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur
yang jelas dan transparan;
d.
Transparan : semua ketentuan dan
informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat syarat teknis
administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang
berminat serta pada masyarakat luas pada umumnya;
e.
Adil/tidak diskriminatif : memberikan
perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak
mengarah untuk memberi keuntungan kepada
pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;
f.
Akuntabel : harus mencapai sasaran baik
fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta
ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
3.
Kebijakan umum pemerintah dalam
pengadaan barang/jasa:
a.
Meningkatkan penggunaan produksi dalam
negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah
memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional;
b.
Meningkatkan peran serta usaha kecil
termasuk koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa;
c.
Menyederhanakan ketentuan dan tata cara
untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa;
d.
Meningkatkan profesionalisme,
kemandirian, dan tanggungjawab pengguna barang/jasa, panitia atau pejabat
pengadaan, dan penyedia barang/jasa;
e.
Meningkatkan penerimaan negara melalui
sektor perpajakan.
4.
Pembiayaan pengadaan barang/jasa
1.
Dibebankan kepada APBN/APBD;
2.
Dibiayai dari Pinjaman / Hibah Luar
Negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan
pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan;
3.
Untuk investasi di lingkungan BI, BHMN,
BUMN, BUMD dibebankan kepada APBN.[1]
B. HAK-HAK PEMERINTAH DALAM MENGUASAI
BARANG/JASA
Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 UUPA,
bumi, air,dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan
oleh rakyat.[2]
Hak menguasai dari negara termasuk dalam
pasal 1 ayat 1 UUPA memberi wewenang untuk:
1.
Mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.
2.
Menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3.
Menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Jadi, yang dimaksud dengan hak menguasai oleh negara
disini adalah mengatur dan mendudukan posisi bumi, air dan ruang angkasa sesuai
dengan fungsi negara sebagai organisasi kekuasaan untuk mencapai tujuan
bersama. Organisasi yang melakukan tugas penguasaan tersebut adalah Pemerintah
Republik Indonesia. Jadi kesimpulannya, terhadap benda domain publik yang
menjadi objek agraria pemerintah bukan sebagai eigenaar.[3]
Pemerintah khususnya di Indonesia tidak
dapat membeli tanah untuk dijadikan hak milik, karena berdasarkan UUPA negara
hanya diberi hak menguasai, tidak disertai hak untuk memiliki atau tidak boleh
sebagai eigenaar terhadap tanah.[4]
[1]http://
www.aconx’sblog.com/proses-pengadaan-barang-jasa-milik.html, diakses pada tanggal 24 April 2012 pukul
15.42
[2] R. Subekti dan
R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Pradnya Paramita:Jakarta, 2008. Halm.516
[3]
SF. Marbun,
Moh. Mahfud MD. Pokok-Pokok Hukum
Administrasi Negara. Liberty:Yogyakarta. 1987. Halm 147
[4]
Ridwan
HR. Hukum Administrasi Negara.
Ed.Revisi-7. Raja Grafindo Persada:Jakarta. 2011. Halm.218
Komentar
Posting Komentar