A.
Independensi
Bank Indonesia
Bank
Indonesia berasal dari De Javasche Bank
N.V yang merupakan salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche Bank N.V didirikan pada
zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tanggal 10 Oktober 1827 dalam rangka
membantu pemerintah Belanda, untuk mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada
waktu itu. Kemudian De Javasche Bank N.V dinasionalisir
pemerintah Republik Indonesia tanggal 6 Desember 1951 dengan Undang-undang No.
24 Tahun 1951 menjadi bank milik pemerintah Republik Indonesia.
Sebagai
Lembaga Negara yang independen, Bank Indonesia adalah badan hukum yang status
badan hukumnya diperoleh melalui penetapan Undang-undang. Bank Indonesia adalah
badan hukum publik, dengan kriteria: cara pendiriannya dilakukan penguasa
Negara berdasarkan UU, pelaksanaan tugasnya berhubungan dengan publik, diberi
wewenangan membuat peraturan sendiri yang mengikat masyarakat. Saat ini produk
peraturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Adapun
wewenang yang diberikan oleh UU kepada BI antara lain wewenang mengelola
kekayaan sendiri terlepas dari APBN. Independensi BI memberikan kewenangan yang
lebih besar kepada BI dengan harapan akan dapat lebih besar meningkatkan
efektivitas pelaksanaan tugasnya. Namun di sisi lain, independensi menuntut
tanggungjawab yang lebih besar. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, posisi
BI tampaknya masih merupakan bagian dari Eksekutif. Konsekuensinya Bank
Indonesia dituntut transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas kepada publik
dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat.
Jika
dikaitkan dengan Bank Sentral, maka independensi Bank Sentral seperti BI
terkait hal-hal sebagai berikut: suatu Bank Sentral yang efektif harus kuat
dengan cakupan ekonomi yang luas dalam operasinya dan terlepas dari campur
tangan partisipan serta tekanan partai politik. Sebagai lembaga independen di
lingkungan pemerintah suatu Negara, Bank Sentral seharusnya memiliki kemampuan
atau otoritas atau kewenangan judgment dalam kaitannya dengan persoalan
kebijakan moneter suatu Negara, namun tidak dalam arti berada dalam posisi
isolasi terhadap seluruh kebijakan perekonomian suatu Negara.
Sebagai
Lembaga Negara yang independent, maka BI dituntut mempunyai kemandirian
terutama dalam 4 (empat) hal, yaitu:
1. Kemandirian
Institusi
Kemandirian
institusi diartikan sebagai status BI secara institusi terpisah dari kekuasaan
eksekutif dan legislatif. BI diberi kewenangan menetapkan kebijakan moneter
secara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah. Demikian ditegaskan
dalam pasal 4 ayat (2) UUBI.
Secara
struktural kedudukan BI tidak berada di bawah atau kabinet pemerintah, namun
pemerintah mempunyai kedudukan sejajar dengan cabinet pemerintah. Kemandirian
dalam hal menetapkan kebijakan moneter merupakan struktur kemandirian
institusi. Sebagaimana ditegaskan di dalam pasal 8A UUBI yaitu BI berwenang
menetapkan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijkan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.
Kewengana ini tidak dapat di intervensi pemerintah, demikian juga ditentukan
dalam pasal 9 ayat (1) UUBI
2. Kemandirian
fungsi
Suatu
bank sentral mempunyai kemandirian fungsi bila ia mempunyai kebebasan dalam
menggunakan instrument – instrument kebijakan moneter seperti : penyesuaian
tingkat suku bunga dan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan pemberian tingkat
Diskonto atau pengaturan kebijakan perkreditan
Dalam
konteks ini kemandirian BI dapat diartikan sebagai kemandirian instrument yang
menggambarkan bahwa suatu bank sentral memiliki kebebasan memilih intrumen yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasarn moneter yang telah ditetapkan.
Hasil
dari pelaksanaan kewenangan tersebut diatas, sekalipun dalam biaya besar,
misalnya dalam hal pelaksanaan OPT, tidak dapat jika dinilai atau dievaluasi
dengan tolak ukur out put yang dicapainya, bisa jadi tidak sebanding. Namun
itulah keputusan yang diambil oleh BI yang tidak boleh di intervensi.
Bank
sentral yang independen harus memliki kebebasan untuk memutuskan kapan dan
dalam hal apa saja bantuan kredit atau fasilitas kredit dilikuiditas dapat
diberikan. Pasal 10 UUBI mengatakan: “BI dalam mengendalikan kebijakan moneter
berwenang menggunakan instrument – instrument moneter yang telah ditetapkan
oleh UU tanpa meminta atau memperoleh persetujuan dari pemerintah”. Oleh sebab
itu, jika kemandirian fungsi ini dikaitkan dengan kebijakan Kredit Likuiditas
Bank Indonesia (KLBI) misalnya, seharusnya kebijakan sperti KLBI ini tidak
boleh ditugaskan pada BI, karena akan mengganggu kemandirian fungsi BI. KLBI
didirikan untuk membiayai berbagai kredit program pemerintah. KLBI dialirkan
terutama untuk membiayai pengadaan pangan dan kegiatan yang menyentuh secara
langsung kepada usaha kecil dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Di
antaranya untuk Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilik Rumah Sederhana dan
Sangat Sederhana (KPRS atau SS), kredit kepada koperasi primer untuk anggotanya
(KKPA), kredit kepada koperasi (KKOP), kredit modal kerja kepada DPR (KMK DPR),
kredit kepada pengusaha kecil dan mikro (KPKM) (BI, 2002:20). Oleh sebab itu
tepat jika kemudian oleh UUBI di dalam pasal 56 KLBI telah dihapuskan, karena
dipandang menggangu konsep kemandirian.
Secara
kaidah fungsi Bi sebagai lembaga Negara yang mandiri, independen telah diatur
secara tegas dalam UU, maka seharusnya perdebatan siapa yang harus
bertanggungajwab atas kebijakan BLBI untuk mengatasi krisis tahun 1997 yang
lalu tidak perlu terjadi, sebagaimana diketahui BI adalah institusi yang paling
disorot dalam kasus BLBI tersebut. Saat itu terjadi perdebatan yang
berkepanjangan di Panja BLBI seputar apakah BI termasuk dalam jajaran
pemerintah atau kabinet. Ada satu pandangan yang mengatakan BI tersebut dalam
jajaran kabinet. Argumennya adalah dari segi keuangan dapat dipisahkan, namun
dalam kebijakan yang dilakukan BI merupakan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Pada saat itu BI tidak hanya berfungsi sebagai bank sentral tetapi sekaligus
sebagai agent of development yang
mempunyai kaitan dengan kebijakan perekonomian pemerintah secara keseluruhan,
tetapi pandangan lain tidak mengatakan demikian. BI adalah lembaga independen,
lembaga yang otonom berdasarkan UU No.13 tahun 1968 tentang bank sentral waktu
itu. Perbedaan pandangan demikian seharusnya tidak perlu terjadi jika semua pihak benar – benar
memahami fungsi Bank Sentral sebagai Lembaga Negara yang independen, mandiri
dari segi fungsinya.
3. Kemandirian
keuangan
Mengacu
kepada peran pemerintah dan DPR terhadap anggaran bank sentral, maka diperlukan
adanya kemandirian keuanagn pada BI.mengapa demikian, karena bila dalam masalah
keuangan terdapat control dari pemerintah , hal ini akan berarti bahwa BI tidak
lagi bisa memainkan peran di independensinya secara optimal. Dengan adanya
kontrol pemerintah, akan sangat rentan intervensi atau presure politik,
khususnya dalam kebijakan moneter. Cara teoritis mengacu pada definisi
independen sebagaimana dikemukakan di atas, intervensi maupun pressure poltik
tersebut tidak boleh terjadi pada bank sentral seperti BI. Oleh karena itu UUBI
mengatur bahwa anggaran BI adalah mandiri terpisah dari pemerintah.
4. Kemandirian
organisasi
Kemandirian
organisasi diperlukan oleh BI karena sangat erat karena kaitannya dengan
komposisi dari organ badan hukum BI dan sistem pengangakatan dan pemberhentian
pegawai BI sebagi Bank Sentral. Pihak lain dilarang melakukan campur tangan
terhadap pelaksanaan tugas BI, sebaliknya BI wajib menolak, atau mengabaikan
segala bentuk campur tangan dari pihak luar. Setiap pihak yang melakukan campur
tangan dikenai sanksi yang tegas. Demikian disimpulkan dari ketentuan pasal 67
jo pasal 9 UUBI.
Independensi
dan kemandirian serta kredibilitas BI diuji, karena disebabkan di dalam pelaksaan
BI sebagai lembaga Negara yang independen, ternyata BI belum mampu menempatkan
dirinya sebagaimana dikehendaki oleh UUBI. Netralitas BI sebagai Bank Sentral
ternyata belum sepenuhnya benar-benar mampu mandiri. Intervensi dan preassure
politik masih sering mempengaruhi kinerja dan kebijakan yang dijalankan oleh BI
sebagai lembaga Negara yang independen. Akibatnya, ketika BI menjalankan
tugas-tugasnya sebagaimana diamanatkan oleh UUBI, banyak pihak yang kemudian
mempermasalahkan landasan hukum kebijakan dalam rangka pelaksanaan tugas BI
status dan kewenangan BI. Kemudian banyak kalangan pemerhati BI yang juga
menyebabkan intervensi dan pressure politik tersebut sebagai upaya lain yang
bertujuan mendorong pencapaian kinerja dan pelaksanaan tugas BI.
Independensi
Bank Sentra memiliki alasan, Sejauh ini alasan yang sering digunakan untuk
mendukung perlunya bank sentral independen adalah kepentingan kesinambungan
program ekonomi dan untuk menghindarkan bank sentral dari campur tangan
politik. Independensi dari segi ekonomi diartikan bahwa bank sentral dapat
menggunakan seluruh instrumen keuangan dan tidak dibatasi oleh pemerintah dalam
menentukan kebijakan moneter. Independensi bank sentral dari segi ekonomi
dianggap semakin penting karena tidak jarang manipulasi oleh para politisi
untuk mendapatkan dukungan menjelang pemilihan umum selalu dilakukan. Selain
itu, dengan independensi berarti juga bank sentral dapat mengontrol kredit yang
diterima oleh pemerintah serta dapat pula menentukan bunga dari pinjaman
pemerintah. Dengan demikian maka independensi bank sentral ini juga mencakup
kontrol bank sentral terhadap instrumen-instrumen yang menetapkan kebijakan
dalam bidang keuangan.
Selain
alasan ekonomi, independensi bank sentral juga didukung oleh berbagai alasan
politik. Bagi mereka yang mendukung pandangan mengenai perlunya independensi
bank sentral dari perspektif politik, mereka berpandangan bahwa agar terhindar
dari arena politik sehari-hari maka bank sentral harus dijadikan bank sentral
yang independen, karena keberadaan bank sentral yang tidak independen akan
dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu yang berniat
menyerang kebijakan moneter dan finansial pemerintah yang dianggap tidak
populer. Jika tidak demikian, maka kebijakan bank sentral tidak akan pernah
menjadi kebijakan yang berkesinambungan. Menurut pandangan seperti itu,
independensi bank sentral, dengan kata lain, juga harus mencakup independensi
dari lembaga-lembaga politik, termasuk dalam menentukan pimpinan bank sentral,
anggota dewan pimpinan bank sentral; serta termasuk pula dalam menentukan
tanggung jawab bank sentral dalam memberikan laporan secara periodik kepada
legislatif.
Pandangan
semacam ini tampaknya memberikan basis argumen yang menghubungkan secara erat
antara sistem ekonomi-politik yang demokratis dengan keharusan bank sentral
menjadi satu institusi yang independen. Argumen semacam ini memang sering
dituding sebagai alasan untuk membenarkan indepenensi bank sentral sebagai
semacam entitas yang terpisah dari nagara sehingga muncul kesan bahwa bank
sentral yang independen ibarat negara dalam negara.
B. Hubungan
Bank Indonesia dengan Lembaga Lain
Dalam strukur ketatanegaraan Indonesia, hubungan Bank
Indonesia dengan lembaga lain adalah sebagai berikut :
1.
Hubungan Dengan Pemerintah
Hubungan Bank Indonesia
dengan Pemerintah seperti yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
1999 adalah sebagai berikut :
a.
Bertindak sebagai pemegang kas
pemerintah
b.
Untuk dan atas nama Pemerintah Bank
Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta
menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar
negeri.
c.
Pemerintah wajib meminta pendapat Bank
Indonesia atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang cabinet yang membahas
masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank
Indonesia atau kewenangan Bank Indonesia.
d.
Memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
e.
Dalam hal pemerintah menerbitkan
surat-sirat hutang Negara , Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi
dengan Bank Indonesia dan Pemerintah juga wajib terlebih dahulu berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
f.
Bank Indonesia dapat membantu penerbitan
surat-surat hutang Negara yang diterbitkan Pemerintah.
g.
Bank Indonesia dilarang memberikan
kredit kepada Pemerintah.
h.
Hubungan dengan kantor Menteri
Sekretaris Negara untuk pemuatan PBI dalam Lembaran Negara RI.
Hubungan
yang utama adalah Bank Indonesia juga bertindak sebagai pemegang kas
pemerintah. Disamping itu, atas permintaan Pemerintah, Bank Indonesia untuk dan
atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta
menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar
negeri. BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri dari seorang Gubernur,
seorang Deputi Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau
sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi Gubernur. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior
diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Rapat Dewan Gubernur merupakan forum pengambilan keputusan
tertinggi.
2.
Hubungan dengan Dunia Internasional
Dalam
hal hubungan Bank Indonesia dengan Dunia Internasiaonal, maka Bank Indonesia:
a.
Dapat melakukan kerja sama dengan:
a)
Bank Sentral Negara lain.
b)
Organisasi dan Lembaga Internasional.
b.
Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota
Internasional atau lembaga multilateral adalah Negara maka Bank Indonesia dapt
bertindak untuk dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota.
3.
Hubungan dengan Presiden sebagai Kepala
Negara, Presiden berwenang:
a.
Mengusulkan dan mengangkat Gubernur
& Deputi Senior.
b.
Mengangkat Deputi Gubernur.
c.
Mengusulkan calon Gubernur & Deputi
Senior kepada DPR.
d.
DPR menyampaikan hasil persetujuannya
kepada Presiden untuk diangkat.
e.
Memberikan persetujuan tertulis jika
anggota Dewan Gubernur akan menjalani proses hukum.
4.
Hubungan dengan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung bertugas
mengambil sumpah atau janji anggota dewan gubernur. Hubungan dengan Badan
Pemeriksa Keuangan :
a.
Menerima dan melakukan pemeriksaan atas
laporan keuangan tahunan BI.
b.
Melakukan pemeriksaan khusus terhadap BI
apabila diminta oleh DPR.
c.
BPK menyampaikan hasil pemeriksaannya
kepada DPR.
5.
Hubungan dengan Bea & Cukai dalam
hal larangan membawa uang rupiah keluar atau ke dalam wilayah pabean RI :
a.
BI mengelola cadangan devisa milik
Negara.
b.
Pemerintah dapat hadir dalam Rapat Dewan
Gubernur (RDG) bulanan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter dengan
hak bicara tanpa hak suara.
c.
BI sebagai pemegang kas pemerintah.
d.
Untuk dan atas Pemerintah dapat menerima
pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban
keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
e.
Pemerintah wajib meminta pendapat atau
mengundang BI dalam siding cabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan
& keuangan, atau masalah lain yang berkaitan tugas dan wewenang BI.
f.
Pemerintah wajib konsultasi dengan BI
& DPR dalam penerbitan surat-surat utang Negara.
g.
BI dapat membantu Pemerintah dalam
penerbitan surat-surat utang Negara.
h.
BI dapat membantu Pemerintah dalam
penerbitan surat-surat utang Negara.
i.
Menerima sisa surplus hasil kegiatan BI.
j.
Pemerintah denga persetujuan DPR wajib
menutup kekurangan dalam hal modal BI menjadi kurang dari Rp 2 triliun.
6.
Hubungan dengan Lembaga Pengawasan Jasa
Keuangan yang Independen yang akan datang.
Dalam melaksanakan
tugasnya, Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan yang akan datang mempunyai kewajiban
melakukan koordinasi & kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Kerja sama tersebut
akan diatur dalamUU Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan atau Organisasi Jasa
Keuangan yang akan datang, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 UUBI.
DAFTAR
PUSTAKA
Bank Indonesia, 2002, Mengurangi Benang Kusut Blbi, Bank
Indonesia
Lash, Nicholas,
A.,1987, Banking Law and Regulations:
An Economics Perspentive, Prentice-Hall Inc, USA.
Mintorahardjo,
Sukowaluyo, 2001.,BLBI Simalakama, Resi,
Jakarta
Macey, Jonathan, R and
Miller, Geoffrey, P.,1992, Banking Law and Regulation, Little Brown Company,
Boston, Toronto, London.
Rahbini, Didik J :
Suwidi Tono, 1987, Bank Indonesia Menuju
Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta.
UU No. 7 1992 jo UU No.
10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
UU No. 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia.
UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar